Senin, 04 Maret 2013

MULTIPLE INTELLIGENCE



A.    Pendahuluan
Dunia pendidikan memang tidak bisa kita pisahkan dari istilah kecerdasan. Karena pada umumnya, setelah melalui sebuah pendidikan diharapkan seseorang akan mengalami peningkatan kecerdasan yang hal ini bisa menunjukkan keberhasilan dari sebuah proses pendidikan. Kecerdasan seseorang selama ini sering diidentikan dengan nilai atau skor hasil tes IQ yang tinggi. Misalnya, anak yang memiliki IQ 135 pastilah lebih cerdas daripada anak yang memiliki IQ 115.
Kecerdasan Intelektual atau rasional yang diperkenalkan oleh Lewis Terman di awal abad ke-20 sebenarnya hanya digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun pemikiran strategis lainnya. Kecerdasan intelektual ini dianggap begitu penting karena lebih bertumpu pada akal manusia. Tetapi jika kecerdasan ini ingin kita kaitkan dengan konteks yang lebih luas, maka pengertian inteligensi ini haruslah kita relatifkan lagi.
Oleh karena itulah dalam makalah ini, penulis akan mencoba mengutip beberapa pengertian dan pemahaman baru tentang inteligensi yang ternyata memang tidak hanya ada satu macam. Kemudian akan dibahas juga mengenai aplikasi macam-macam intelegensi tersebut dalam dunia pendidikan khususnya proses pembelajaran.

B.     Pengertian Inteligensi
Seringkali kita menghubungkan antara kecerdasan atau inteligensi tinggi dengan buku-buku, kaum intelektual dan akademik. Tetapi menurut Thomas Armstrong, kecerdasan adalah tidaklah hanya sebatas itu, tetapi suatu kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari masa lalu seseorang. Kecerdasan bukanlah sesuatu di otak yang hanya dapat diukur dengan tes IQ atau hal yang hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja yang beruntung. Tetapi kecerdasan itu dapat ditemukan dalam semua sisi kehidupan.
Inteligensi berasal dari kata latin yaitu intelligere yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan, atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together). Dalam bahasa Arab disebut al Dzaka’ yang artinya pemahaman, kecepatan dan kesempurnaan sesuatu. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan (al Qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Hegenhan dan Oslon mengungkapkan pendapat Piaget tentang kecerdasan sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah, “An intelligent act is one cause an approximation to the conditions optimal for an organism’s survival. In other word’s, intelligence allow an organism to deal effectively with its environment”. Inteligensi merupakan tindakan yang menyebabkan terjadinya perhitungan atas kondisi-kondisi yang secara optimal yang berhubungan dengan lingkungan secara efektif sehingga bisa bertahan hidup dalam kondisi yang ada.
Hamzah juga mengutip pendapat ahli psikologi lainnya. Antara lain, Feldam yang mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Henmon mengartikan kecerdasan sebagai daya atau kemampuan untuk memahami. Sedangkan Wechsles mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif.
Menurut Alfred Binet sebagaimana yang dikutip oleh Safaria, bahwa komponen dalam inteligensi adalah sebagai berikut.
1.      Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, artinya individu mampu menetapkan tujuan yang ingin dicapainya (goal-setting).
2.      Kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan (bila dituntut demikian), artinya individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu (adaptasi).
3.      Kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritisism, artinya individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya atau mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara objektif.
Tetapi Howard Gardner merumuskan kecerdasan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah atau menciptakan produk mode yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya dan masyarakat tertentu. Ia tidak memandang kecerdasan manusia berdasarkan skor tes standar semata, tetapi lebih sebagai hal-hal berikut.
1.      Kemampuan menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia
2.      Kemampuan menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan
3.      Kemampuan menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
Menurut Imam Malik, kecerdasan pada awalnya hanya berkaitan dengan kemampuan struktural akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek kognitif (al-majal al-ma’rifi). Tetapi dalam perkembangan berikutnya disadari bahwa kehidupan manusia bukan memenuhi struktur akal saja melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi’ali) seperti kehidupan emosional, moral, spiritual dan agama.

C.    Macam-macam Inteligensi
Secara garis besar, berdasarkan arah atau hasilnya, inteligensi terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Inteligensi praktis ialah inteligensi untuk dapat mengatasi situasi yang sulit dalam suatu kerja yang berlangsung secara cepat dan tepat.
2.      Inteligensi teoritis ialah inteligensi untik dapat mengadakan suatu pemikiran penyelesaian soal atau masalah dengan cepat dan tepat.
Howard Gardner yang telah mengubah pandangan tentang inteligensi merumuskan tujuh macam inteligensi yang dikenal dengan teori Multiple Intelligence. Tujuh macam kecerdasan tersebut adalah kecerdasan musik, kecerdasan gerakan badan, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan linguistik, kecerdasan ruang, kecerdasan antarpribadi, dan kecerdasan intrapribadi. Dalam multiple intelligence ini akan ditemukan kecenderungan jenis kecerdasan seseorang karena multiple intelligence memiliki metode discovering ability. Jika yang ditemukan adalah kelemahan dalam satu jenis kecerdasan maka harus ditutup rapat-rapat, dan kemudian kita harus mempromosikan kemampuan atau kelebihannya. Tentunya dalam menemukan kecerdasan ini seorang anak harus dibantu oleh lingkungannya baik orang tua, guru, sekolah, maupun system pendidikan di negaranya.
Sedangkan Safaria, menjelaskan bahwa ada 8 macam kecerdasan yang dirumuskan oleh Gardner, yaitu 7 macam kecerdasan sebagaimana di atas,  ditambah dengan kecerdasan naturalis (alam). Adapun penjelasan masing-masing kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Kecerdasan linguistik, adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, dan mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka gemar membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas.
2.      Kecerdasan logis-matematis, kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mampu dalam hal penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteratuaran konseptual atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya rasional.
3.      Kecerdasan spasial, kecerdasan berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk mencerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual spasial. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hamper selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visualdan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi.
4.      Kecerdasan musikal, kemampuan untuk menghargai dan menciptakan irama dan melodi, serta peka terhadap nada.
5.      Kecerdasan kinestetik-jasmani, kecerdasan yang mencakup bakat dalam menegndalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam mengendalikan benda. Mereka adalah orang-orang yang cekatan, indera perabanya sangat peka, dan tidak bisa tinggal diam.
6.      Kecerdasan antarpribadi atau kecerdasan interpersonal, kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Mereka tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain. Adapun dua tokoh psikologi inteligensi yang secara tegas menyatakan adanya inteligensi interpersonal adalah Thorndike dan Gardner. Menurut teorinya kecerdasan interpersonal atau sosial ini memliki tiga dimensi, yaitu:
a.      Social sensitivity atau sensitivitas sosial, yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun non-verbal.
b.      Social insight, kemampuan untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial, sehingga masalah-masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi social yang telah dibangun.
c.      Social communication atau penguasaan keterampilan komunikasi social merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, keterampilan berbicara efektif, keterampilan public speaking, dan keterampilan menulis secara efektif.
7.      Kecerdasan intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri, orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnnya. Mereka gemar belajar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja dengan orang lain.
8.       Kecerdasan naturalis (alam), menunjukkan kemampuan memahami gejala-gejala alam, ekologis, dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam misalnya anak memahami keterkaitan ekologis binatang-binatang, siklus hidupnya, memahami kebiasaan hewan-hewan di alam liar, dan merasa mempunyai ikatan batin dengan hewan-hewan. Orang yang memiliki kecerdasan ini senang berada di lingkungan alam terbuka.
Teori Multiple Intelligence ini kemudian ditambahkan oleh Daniel Goleman dengan Emotional Intelligence. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta berempati dan berdoa.
Menurutnya sebagaimana yang dikutip oleh Hamzah dan Misri, faktor emosi ini sangat penting dan memberikan suatu warna yang kaya dalam kecerdasan antarpribadi. Adapun wilayah kecerdasan emosi antara lain:
1.      Kemampun mengenali emosi diri, yaitu kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri saat perasaan atau emosi itu muncul.
2.      Kemampuan mengelola emosi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah.
3.      Kemampuan memotivasi diri, yaitu kemampuan memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung unsur harapan dan optimisme yang tinggi sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan aktivitas tertentu.
4.      Kemampuan mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain akan merasa senang dan dimengerti perasaannya. Kemampuan ini sering disebut kemampuan berempati, mampu menangkap pesan non-verbal dari orang lain.
5.      Kemampuan membina hubungan, yaitu kemampuan untuk mengelola emosi orang lain sehingga tercipta keterampilan social yang tinggi dan membuat pergaulan seseorang menjadi lebih luas.
Penemuan kecerdasan emosional menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak semata-mata dipengaruhi oleh prestasi akademisnya. Terutama setelah memasuki dunia kerja, mengembangkan karir, dan hidup bermasyarakat, kemampuan seseorang dalam membina relasi dengan orang lain dan kemampuan menempatkan diri dengan tepat, sangat mendukung kesuksesannya. Bisa dikatakan bahwa dalam keberhasilan kehidupan seseorang, IQ hanya berperan 20%, sedangkan 80%nya ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya. Utamanya, EQ-lah yang memberi kesadaran, yakni kesadaran diri (awareness) yang merupakan kemampuan emosi paling penting untuk melatih swakontrol. EQ menjadikan seseorang mampu mengenali, berempati, mencintai, termotivasi, berasosiasi, dan menyambut keedihan dan kegembiraan secara tepat.
Menurut Goleman sebagaimana yang dikutip oleh Ary Ginanjar Agustian, bahwa meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ. Umumnya IQ tidak berubah selama kita hidup, tetapi kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja, sehingga kecerdasan emosi dapat terus ditingkatkan sepanjang kita hidup. Ary Ginanjar juga mengutip tulisan dari F. Scott Fitzgerald, yaitu “ukuran paling tepat untuk menguji kecerdasan tingkat tinggi adalah kemampuan menyimpan dua gagasan berlawanan dalam pikiran secara bersamaan, namun masih mempunyai kemampuan untuk berfungsi.” Sesungguhnya ini masih bisa kita sederhanakan. Kecerdasan tingkat tinggi memadukan EQ dan IQ, dan tidak hanya mempertahankan kemampuan berfungsi, tetapi juga menjadikannya lebih hebat.
Perkembangan selanjutnya, hadir teori kecerdasan yang diperkenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall yang disebut sebagai teori kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence). Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Ali bahwa kecerdasan spiritual adalah The Ultimate Intelligence (puncak kecerdasan). Jika kecerdasan intelektual disandarkan pada nalar, rasio dan intelektual, sementara kecerdasan emosional disandarkan pada emosi, maka kecerdasan spiritual disandarkan pada kecerdasan jiwa (the soul’s intelligence).
Zohar dan Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak umat manusia untuk “cerdas” dalam memilih atau memeluk salah satu agama yang dianggap benar, tetapi kecerdasan spiritual lebih merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan bagaimana seorang “cerdas” dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Ditegaskan pula bahwa seorang yang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual, karena seringkali mereka memiliki fanatisme, eksklusivisme, intoleran terhadap pemeluk agama lain.
Perbedaan penting antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual terletak pada daya ubahnya. Kecerdasan emosi memungkinkan seseorang untuk memutuskan dalam situasi apa saya berada lalu bersikap secara tepat di dalamnya. Ini berarti bekerja dalam batasan situasi dan membiarkan situasi tersebut yang mengarahkan. Sedangkan kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang bertanya apakah seseorang itu memang ingin berada pada situasi tersebut. Atau apakah lebih suka mengubah situasi tersebut dan memperbaikinya. Ini berarti bekerja dalam batasan situasi seseorang itu sendiri, yang memungkinkan orang tersebut mengarahkan situasi itu.
Dengan melihat hubungan kedua kecerdasan tersebut, Ary Ginanjar mengenalkan pada konsep ESQ yaitu Emotional Spiritual Quotient yang  digambarkan seperti sebuah lingkaran.
Lingkaran terdalam (God Spot) terletak pada Dimensi Spiritual di alam tak sadar. Lingkaran kedua terletak pada Dimensi Psikis, alam prasadar. Dan pada lingkaran terluar terdapat lima lingkaran kecil, dimana semuanya terletak pada area Dimensi Fisik (IQ), alam sadar. Dimensi Psikis (EQ) atau Dimensi Fisik (IQ) semua berada pada garis edar yang mengorbit pada titik sentral yang disebut Titik Tuhan (SQ). Seperti gerakan Galaksi Bima Sakti (Milky Way), gerakan Atom (Bohr), atau gerakan Jama’ah Haji mengelilingi Ka’bah, semua melakukan thawaf sujud kepada Allah. Konsep ini dinamakan God Sentris. Berpusat pada SQ.
Pada perkembangan selanjutnya munculah kecerdasan transcendental. Secara bahasa transcendental berarti sesuatu yang teramat penting, yaitu hal-hal yang di luar kemampuan manusia biasa untuk memahaminya. Kecerdasan transcendental ini merupakan kemampuan umat manusia secara individu dan kolektif untuk memahami dan melaksanakan aturan-aturan Tuhan untuk mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kecerdasan transcendental ini bagi umat Islam adalah bermakna kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw, sebagai dua panduan hidup umat Islam. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
سورة انزلنها وفرضنها وانزلنا فيها ايت بينت لعلكم تذكرون
(Ini adalah) satu Surat yang Kami Turunkan dan Kami Wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami Turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu mengingatnya.”(QS. An Nur: 1)

D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
Intelegensi orang satu dengan yang lain cenderung berbeda-beda. Hal ini karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi tersebut adalah:
1.      Pembawaan
Pembawaan ini ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita adalah dapat tidaknya memecahkan suatu soal. Pembawaan inilah yang ditentukan oleh orang tua kita. Meskipun mendapat latihan dan perlakuan yang sama, tetapi hasilnya tetaplah berbeda.
2.      Kematangan
Kematangan ini berhubungan erat dengan umur. Kita tahu bahwa tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik itu organ fisik maupun psikis. Suatu organ dikatakan matang jika ia mampu menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tidak mampu memecahkan suatu soal tertentu karena masih terlalu sukar baginya. Hal ini disebabkan karena oragan-organ tubuhnya serta fungsi-fungsi psikisnya belum matang mengenai soal itu.
3.      Pembentukan
Pembentukan merupakan segala hal yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi inteligensi seseorang. Dalam hal ini dibedakan kedalam dua pembentukan, yaitu pembentukan sengaja seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah, dan pembentukan tidak sengaja yang merupakan pengaruh dari alam sekitar.
4.      Minat dan Pembawaan Khas
Minat dalam diri seseorang mengarahkan perbuatan pada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan tersebut. Dalam diri manusia pun sering kita tahu adanya motif-motif yang mendorong manusia berinteraksi dengan dunia luar. Hal inilah yang lama-kelamaan menimbulkan minat pada suatu hal. Suatu hal yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
5.      Kebebasan
Kebebasan dalam hal ini berarti bahwa manusia itu boleh memilih metode yang akan ia gunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Hal ini juga berimplikasi bahwa manusia boleh memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.

E.     Aplikasi Inteligensi dalam Pembelajaran
Ragamnya kecerdasan manusia (peserta didik) sebagaimana yang telah dijelaskan di atas berimplikasi pada pendidikannya, dalam hal ini yang akan dibahas adalah pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah tidak bisa dilepaskan dari adanya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tersebut, strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan kecerdasan peserta didik. Berikut ini akan dipaparkan beberapa strategi pembelajaran untuk berbagai jenis kecerdasan peserta didik.
1.      Strategi Pembelajaran untuk Kecerdasan Linguistik
Sebenarnya strategi berikut terbuka untuk berbagai jenis peserta didik karena menekankan kegiatan berbahasa terbuka yang dapat membangkitkan kecerdasan linguistic dalam diri setiap peserta didik.
a.      Bercerita
Sebelum menggunakan strategi ini kita harus menggabungkan konsep, gagasan dasar, dan tujuan pengajaran menjadi sebuah cerita yang dapat kita sampaikan secara langsung pada peserta didik. Cerita yang digunakan tidak harus orisinil atau hebat, tetapi harus ada kesungguhan guru dalam berkreasi dan berbicara dengan tulus kepada peserta didik tentangtopik tersebut.
b.      Curah gagasan
Aturan umum dari curah gagasan adalah mengemukakan setiap gagasan relevan yang melintas di benak, tidak menolak atau mengkritik gagasan yang dikemukakan dan mempertimbangkan setiap gagasan.
c.      Merekam dengan Tape Recorder
Tape Recorder bisa digunakan untuk berkomunikasi, memecahkan masalah, mengemukakan pendapat pribadi, mengumpulkan informasi, wawancara dan menyediakan informasi.
d.     Menulis jurnal pribadi
Jurnal ini bisa berupa bidang yang luas dan terbuka dan juga dalam bentuk yang lebih spesifik, misalnya pada mata pelajaran tertentu. Jurnal ini dapat dibuat sangat pribadi yaitu hanya dibacakan dihadapan guru, atau bisa diceritakan di depan kelas secara teratur.
e.      Publikasi
Mengirimkan tugas tertulis yang dikumpulkan siswa ke majalah dinding kelas atau sekolah, surat kabar kota, majalah anak-anak, atau media lain yang menerima tulisan siswa. Bisa juga dipublikasikan melalui website sekolah.
2.      Strategi pembelajaran untuk kecerdasan logis matematis
a.      Kalkulasi dan kuantifikasi
Strategi ini dapat dimasukkan ke dalam semua mata pelajaran yang di dalamnya bisa ditekankan masalah penghitungan, misalnya jumlah korban perang, nilai tukar mata uang, dan kenaikan jumlah penduduk suatu Negara.
b.      Klasifikasi dan kategoris
Strategi ini dapat dilakukan misalnya dengan cara guru meminta siswa mengelompokkan wilayah berdasarkan iklimnya, atau mengelompokkan benda berdasarkan jenis materinya (padat, cair, gas).
c.      Pertanyaan sokratis
Strategi ini dinamakan pertanyaan sokratis karena dimodelkan oleh tokoh Yunani yaitu Socrates, di mana beliau terlibat dalam pengujian hipotesis yang dibuat oleh siswa untuk melihat ketajaman pemikirannya dan alasan yang digunakannya.
d.     Heuristic
Heuristik melengkapi siswa dengan peta logis sehingga membantu mereka menemukan cara-cara mereka sendiri dibidang akademis yang masih asing bagi mereka. Prinsip heuristic meliputi mencari analohgi masalah yang akan dipecahkan, memilah-milah suatu masalah, mengusulkan kemungkinan solusi masalah dan menelusurinya ke belakang serta menemukan masalah yang berkaitan  dengan masalah yang dihadapi untuk kemudian memecahkannya.
e.      Penalaran ilmiah
Strategi ini bisa diterapkan misalnya dengan cara guru meminta siswa untuk mencari informasi tentang pengaruh perkembangan bom atom terhadap hasil perang dunia ke II, atau informasi tentang efek rumah kaca. Siswa juga diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka apakah hal tersebut benar.
3.      Strategi pembelajaran untuk kecerdasan spasial
a.      Visualisasi
Guru mengajak siswa menciptakan “papan tulis mental” di benak siswa. Kemudian mengajak siswa memejamkan mata dan membayangkan apa yang baru saja mereka baca/pelajari.
b.      Penggunaan warna
Siswa dapat menggunakan warna-warna yang berbeda untuk memberikan penekanan pada pola peraturan atau klasifikasi selama proses belajar mengajar.
c.      Metafora gambar
Nilai metafora ada pada pembentukan hubungan antara hal-hal yang sudah dipelajari siswa dengan apa yang sedang diajakrkan.
d.     Sketsa gagasan
Contoh dari strategi ini misalnya siswa menggambarkan poin kunci, gagasan utama, tema central atau konsep dasar yang diajarkan.
e.      Symbol grafis
Strategi ini dilakukan dengan menggambarkan konsep yang akan dipelajari dengan menggunakan symbol. Misalnya mengilustrasikan tiga wujud benda dengan menggambar benda padat(tanda cek tebal), benda cair (tanda lengkung tipis), dan benda gas (titik-titik kecil).
4.      Strategi pembelajaran untuk kecerdasan kinestetis
a.      Respon tubuh
Strategi ini dilakukan dengan meminta siswa menanggapi pelajaran dengan menggunakan tubuh mereka sebagai medium respon. Misalnya, siswa mengangkat tangan ketika mereka telah dapat memahami apa yang telah diajarkan. 
b.      Teater kelas
Meminta siswa memainkan peran yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Misalnya ketika pelajaran matematika yang mengharuskan pemecahannya menggunakan tiga langkah, maka siswa memainkannya dengan drama tiga langkah.
c.      Konsep kinestetis
Strategi ini bisa dilakukan dengan cara mengajarkan konsep kepada siswa melalui ilustrasi fisik maupun meminta mempantomimkan konsep atau istilah mata pelajaran tertentu. Kegiatan ini menuntut kemampuan siswa menerjemahkan informasi dari system linguistic atau symbol logis menjadi ekspresi yang sepenuhnya kinestetis-jasmani.
d.     Hands of Thinking
Strategi ini diartikan sebagai berpikir yang dstimulasikan dengan tangan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara pembuatan miniature rumah gadang pada waktu pelajaran sejarah.
e.      Peta tubuh
Salah satu contoh pengngunaan tubuh adalah dengan menggunakan jari pada pelajaran matematika (sempoa). Dengan menggunakan gerakan fisik ini untuk mempresentasikan proses atau gagasan tertentu, secara bertahap siswa akan menginternalisasikan proses atau gagasan tersebut.
5.      Strategi pembelajaran untuk kecerdasan interpersonal
a.      Berbagi rasa dengan teman sekelas
Strategi ini salah satunya bisa dilakukan dengan meminta siswa menceritakan materi pelajaran yang baru saja dia pelajari kepada teman di sebelahnya. Waktu bercerita antara 30 menit sampai 1 jam. Hal ini bisa dikembangkan menjadi mengajari teman sebaya.
b.      Formasi patung dari orang
Strategi ini bisa digunakan untuk menggambarkan/mempresentasikan bentuk fisik suatu gagasan, konsep atau tujuan pembelajaran. Strategi ini dapat mengangkat proses belajar dari konteks teoritisnya yang abstrak dan segera menempatkannya di tatanan social yang dapat dijangkau dengan mudah.
c.      Kerja kelompok
Dalam kerja kelompok ini masing-masing anggota bisa diberikan tugas-tugas yang berbeda-beda. Jumlah anggota kelompok akan maksimal jika terdiri dari 3 sampai 8 orang.
d.     Board games
Dalam strategi ini siswa menggunakan papan permainan untuk mempelajari suatu materi. Papan permainan bisa dibuat dari kertas manila, spidol warna, dadu dan alat-alat permainan lainnya.
e.      Simulasi
Simulasi ini melibatkan sekelompok orang yang secara bersama-sama menciptakan lingkungan “serba-seadanya”. Tatanan seperti ini memper-siapkan suasana  agar ada kontak yang lebih langsung dengan materi yang dipelajari. Misalnya ketika mempelajarai materi tentang kerajaan Majapahit guru meminta siswa memerankan tokoh-tokoh yang berada di dalamnya.
6.      Strategi pembelajaran untuk kecerdasan intrapersonal
Strategi yang lebih cocok untuk kecerdasan intrapersonal adalah strategi sesi refleksi satu menit. Hal ini dilakukan dengan memberikan waktu bagi para siswa untuk  mencerna informasi yang mereka terima dan menghubungkannya dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan mereka.
Berbagai strategi di atas hanyalah sebagian dari strategi-strategi lain yang bisa dikembangkan oleh guru ketika menyampaikan materi jika ingin didasarkan pada pengembangan kecerdasan siswanya yang memiliki multiple intelligences.

F.     Kesimpulan
1.      Pengertian inteligensi adalah kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan (goal-setting), kemampuan untuk mengubah arah tindakan apabila tindakan tersebut telah dilaksanakan (bila dituntut demikian), (adaptasi), kemampuan untuk mengubah diri sendiri atau melakukan autocritisism, kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.
2.      Macam-macam inteligensi yang muncul mulai diperkenalkannya konsep Multiple Intelligence sampai era sekarang adalah:
a.       Kecerdasan linguistic
b.      Kecerdasan logis-matematis
c.       Kecerdasan spasial
d.      Kecerdasan musikal
e.       Kecerdasan kinestetik-jasmani
f.       Kecerdasan interpersonal
g.      Kecerdasan intrapribadi
h.      Kecerdasan naturalis
i.        Kecerdasan emosi
j.        Kecerdasan spiritual
k.      Kecerdasan transendental
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan seseorang antara lain:
a.       Faktor bawaan
b.      Faktor minat dan pembawaan yang khas
c.       Faktor pembentukan
d.      Faktor kematangan
e.       Faktor kebebasan
4.      Aplikasi inteligensi dalam pembelajaran
Macam-macam inteligensi dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam strategi yang cocok untuk masing-masinng kecerdasan tersebut. Strategi-strategi tersebut antara lain:
a.       Strategi untuk kecerdasan linguistik
1)      Bercerita
2)      Curah gagasan
3)      Merekam dengan tape recorder
4)      Menulis jurnal
5)      Publikasi
b.      Strategi untuk kecerdasan matematis-logis
1)      Kalkulasi dan kuantifikasi
2)      Klasifikasi dan kategoris
3)      Pertanyaan sokratis
4)      Heuristik
5)      Penalaran ilmiah
c.       Strategi untuk kecerdasan spasial
1)      Visualisasi
2)      Penggunaan warna
3)      Metafora gambar
4)      Sketsa gagasan
5)      Simbol grafis
d.      Strategi untuk kecerdasan kinestetis
1)      Respon tubuh
2)      Teater kelas
3)      Konsep kinestetis
4)      Hands of thinking
5)      Peta tubuh
e.       Strategi untuk kecerdasan interpersonal
1)      Berbagi rasa dengan teman sekelas
2)      Formasi patung dari orang
3)      Kerja kelompok
4)      Boards games
5)      Simulasi
f.       Strategi untuk kecerdasan intrapersonal adalah sesi refleksi satu menit.


Daftar Rujukan:
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta: Arga, 2005.
Ali, Mohammad, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, Jakarta: Grasindo.
Armstrong, Thomas, Seven Kinds of Smarts: Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda berdasarkan Teori Multiple Intelligence, terj. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia, 2002.
Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia, Bandung: Kaifa, 2009.
D., Ratna Sulistami, & Erlinda Manaf Mahdi, Universal Intelligence: Tonggak Kecerdasan Untuk Menciptakan Strategi dan Solusi Menghadapi Perbedaan, Jakarta: Grasindo.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Diponegoro.
Gardner, Howard, Kecerdasan Majemuk, terj. Alexander Sindoro, Tangerang: Interaksara, 2013.
Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosional, ter. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Malik, Imam, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Teras, 2011.
Safaria, T., Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak, Yogyakarta: Amara Books, 2005.
Saleh, Abdul Rahman, dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Syahmuharnis dan Harry Sidharta, Trancendental Quotient, Jakarta: Republika, 2006.
Uno, Hamzah B., & Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi, 2004.


Minggu, 24 Februari 2013

PELUANG DAN TANTANGAN AKSELERASI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM


                                                                                                                 
A.    Pendahuluan
Perkembangan teknologi dalam dunia pendidikan memang tidak bisa dihindari, karena teknologi muncul salah satunya untuk mempermudah suatu proses, dalam hal ini adalah proses pendidikan. Menurut definisi AECT sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamzah, teknologi pendidikan adalah suatu abstraksi yang mencakup serangkaian ide dan prinsip tentang bagaimana pendidikan dan pembelajaran harus dilaksanakan dengan menggunakan teknologi. Dalam aplikasinya, teknologi pendidikan merupakan aplikasi ide-ide dari konsep-konsep teoritis untuk memecahkan masalah-masalah konkret dalam bidang pembelajaran dan pendidikan.
Teknologi pendidikan tidak hanya berupa perangkat keras seperti multimedia, dan computer, tetapi bisa berupa pengembangan model pembelajaran dan pengembangan kurikulum pendidikan, dimana salah satunya adalah munculnya program akselerasi pembelajaran. Berdasarkan arti bahasanya, akselerasi berarti percepatan. Maka secara ringkas kita bisa mengartikan program akselerasi pembelajaran ini sebagai bentuk pembelajaran dengan mempercepat waktu belajar.
Program akselerasi pembelajaran ini ditujukan untuk peserta didik yang memiliki kemampuan khusus di atas rata-rata teman seusianya, sehingga ia mampu untuk menempuh pendidikan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh teman seusianya dengan rancangan pengembangan kurikulum dan proses belajarnya disesuaikan dengan kecepatan belajarnya. Program ini diharapkan bisa mereduksi salah satu masalah yang muncul di kelas reguler,yaitu peserta didik yang sebenarnya memiliki kemampuan di atas rata-rata malah mengalami underachievement. Peserta didik underachiever adalah peserta didik yang prestasinya berada di bawah kemampuan sesungguhnya/mengalami masalah penyesuaian sosial, kesulitan belajar, gangguan perilaku maupun mental.
Selain peluang positif dimunculkan oleh program tersebut, kenyataannya program akselerasi pembelajaran di lapangan mendapatkan banyak tantangan. Dalam pembahasan ini penulis akan membahas mengenai pengertian akselerasi, sejarah, proses penyelenggaraannya dan manfaatnya dalam pengembangan dunia pendidikan Islam serta tantangan yang dihadapinya.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Akselerasi Pembelajaran
Istilah akselerasi menurut Ikramia Irza Assaat, pertama kali dikemukakan oleh Pressy dengan rumusannya sebagai berikut, “Progress through an educational program at rates faster or ages younger than conventional”, yaitu pelayanan pendidikan yang diberikan oleh pihak sekolah kepada peserta didik berbakat agar peserta didik dapat melaju lebih cepat dalam program pendidikan, dan menyelesaikan suatu tingkat pendidikan dalam waktu yang lebih singkat dari yang berlaku pada umumnya. Menurut Colangelo yang dikutip oleh Reni Akbar dan Hawadi, akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) berupa pemberian kesempatan peserta didik untuk meloncat kelas dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas di atasnya, dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery) yaitu mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik saat itu. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa akselerasi pembelajaran adalah bentuk pelayanan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa untuk menyelesaikan pendidikannya lebih cepat dari pada keadaan normal.

2.      Tujuan Penyelenggaraan Program Akselerasi
Adapun fungsi dan tujuan pendidikan khusus bagi peserta didik berbakat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan adalah:
Pasal 134 Ayat 1: Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya. Ayat 2 : Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.

Menurut Rusman tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut.
a.      Memberikan penghargaan kepada peserta didik untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat sesuai potensinya.
b.      Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran peserta didik
c.      Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung berkembangnya potensi keunggulan peserta didik secara optimal.
d.     Memacu mutu peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional secara seimbang.

3.      Landasan Hukum Program Akselerasi
Adapun landasan hukum penyelenggaraan program ini antara lain:
a.       UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 52 : Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
b.      UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4: Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 12 ayat 1(f): Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
c.       Permendiknas No 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, pasal 1 (a): Tujuan pembinaan prestasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah untuk: mendapatkan peserta didik yang berhasil mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ….
d.      Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, pasal 1: Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
e.       Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 134 ayat 1:Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya, dan ayat 2: Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.

4.      Penyelenggaraan Akselerasi Pembelajaran
a.      Sejarah Penyelenggaraan Akselerasi Pembelajaran
Program akselerasi pembelajaran di luar negeri sudah dilakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutratinah, yang dikutip oleh Rohmat, bahwa pada tahun 1867 William T. Harris mulai membuat program khusus yang fleksibel untuk mengembangkan pendidikan anak berbakat.
Sedangkan di Indonesia dimulai pada era Orde Baru. Pertama, awal tahun 1970-an dalam dunia pendidikan terdapat istilah Pryek Perintis II (PP II) yang diselenggarakan oleh IPB atas gagasan Prof. Dr. Andi Hakim Nasution yang menerima calon mahapeserta didik yang berprestasi dari seluruh pelosok tanak air tanpa mengikuti ujian masuk. Kedua, pada tahun 1983 mulai diujicobakan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat dalam pendidikan dasar dan menengah di bawah pengawasan dan pembinaan Pusat Pengembangan dan Sarana Pendidikan Balitbang Depdikbud yang menunjuk Prof. Dr. Utami Munandar menjadi Ketua Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB) yang diujicobakan di perkotaan (Jakarta) dan pedesaan (Cianjur). Tetapi karena keterbatasan dana dan prioritas pemerintah lebih pada anak-anak “normal”, proyek ini dihentikan setelah berjalan selama tiga tahun. Ketiga, pada tahun 1987 kebangkitan sekolah-sekolah swasta seperti SD Ade Irma Suryani dan sekolah-sekolah di bawah naungan Al Azhar Kemang Syifa Budi menyediakan kelas khusus dengan pengayaan bagi peserta didik yang berbakat. Seleksi peserta didik dilakukan dengan pendekatan konsep Renzulli. Konsep Remidial Teaching bagi peserta didik agar pulih dari sindroma underachievement  yang merupakan konsep dari United States Office of Education (USOE) diterapkan di sekolah-sekolah Al Azhar Kemang Syifa Budi.
b.      Bentuk Penyelenggarana Program
Menurut Eko Suprianto bentuk akselerasi yang sering digunakan di Indonesia hanyalah 7 (tujuh) macam yaitu Grade Skipping, Self Paced Instruction, Subject Matter Acceleration/Partial Acceleration, Curriculum Compacting, Telescoping Curriculum, Credit By Examinition, dan Acceleration in Collage. Sedangkan model penyelenggaraan program percepatan belajar (akselerasi) yang dikenalkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Manajemen Dikdasmen, Depdiknas yaitu Model kelas regular dengan cluster atau pull out, Model kelas khusus dan Model sekolah khusus.
Penyelenggaraan program akselerasi pembelajaran haruslah memperhatikan beberapa hal berikut:
1)      Adanya evaluasi tingkat penguasaan akademik peserta didik dan psikologis untuk mengetahuai kemampuan intelektual dan kepribadian peserta didik.
2)      Bagi peserta didik yang kurang menunjukkan prestasi akademiknya, maka harus memiliki IQ lebih dari 125.
3)      Bebas dari problem emosional dan sosial yang ditunjukkan dengan adanya presistensi dan motivasi dalam derajat yang tinggi.
4)      Memiliki fisik yang sehat.
5)      Tidak ada tekanan dari orang tua, tetapi atas kemauan anak sendiri.
6)      Sikap positif guru terhadap peserta didik akseleran.
7)      Guru memiliki perhatian penuh terhadap kematangan sosial emosional peserta didik berdasarkan masukan dari orang tua dan psikolog yang dilakukan di awal tahun pelajaran dan didukung pada pertengahan tahun pelajaran.
8)      Adanya masa percobaan selama enam minggu yang diikuti dengan pelayanan konseling.
c.       Peserta Didik dan Pendidik
Sesuai dengan tujuan penyelenggaraannya maka peserta didik dalam pembelajaran ini adalah anak-anak yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa. Menurut Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat bahwa bakat dan kecerdasan merupakan dua hal yang berbeda tetapi saling terkait. Bakat adalah kemampuan yang melekat (inherent) dalam diri seseorang. yang berkaitan erat dengan IQ peserta didik. Tingkat intelektualitas peserta didik yang berbakat biasanya cenderung di atas rata-rata.
Konsep keberbakatan yang lazim digunakan adalah Three Ring Conception atau Konsepsi Tiga Cincin dari Renzulli, yaitu kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan/atau kemampuan khusus di atas rata-rata, kreativitas di atas rata-rata, dan pengikatan diri terhadap tugas yang cukup tinggi.
1)      Kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability bisa dilihat dari perbendaharaan kata yang lebih banyak dan lebih maju dari pada peserta didik lainnya, cepat menangkap hubungan sebab akibat, cepat memahami prinsip dasar dari suatu konsep, tekun dan waspada, mengingat dengan tepat dan memiliki informasi yang actual, selalu bertanya-tanya, cepat sampai pada kesimpulan yang tepat mengenai kejadian, fakta, orang atau benda.
2)      Kreativitas (creativity) tergolong tinggi, menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, mengajukan berbagai gagasan untuk memecahkan suatu masalah, mengajukan tanggapan yang unik, berani mengambil resiko, peka terhadap keindahan dengan keindahan dan segi estetika lingkungan
3)      Komitmen terhadap tugas tergolong tinggi, mudah terbenam dan benar-benar terlibat dalam suatu tugas, sangat tangguh dan ulet dalam menyelesaikan masalah, bosan menghadapi tugas rutin, menginginkan hasil sempurna, lebih suka bekerja mandiri, sulit mengubah pendapat yang telah diyakininya.
Adapun untuk persyaratan pendidik pada program akselerasi ini yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana yang dikutip oleh Rohmat, antara lain:
1)      Minimal berpendidikan S1 sesuai dengan bidang yang diajarkan dan berasal dari LPTK atau perguruan tinggi yang terakreditasi serta memiliki akta mengajar.
2)      Memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serti memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional.
3)      Memiliki karakteristik umum yang dipersyaratkan pada aspek kompetensi guru.
4)      Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik peserta didik berkecerdasan istimewa.
5)      Menguasai substansi mata pelajaran yang diampu.
6)      Mampu mengelola proses pembelajaran peserta didik yang meliputi (a) Perancangan, pelaksanakan dan evaluasi hasil belajar; (b) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi kecerdasannya
7)      Mampu mengembangkan materi, metode produk, dan lingkungan  belajar untuk peserta didik berkecerdasan istimewa.
8)      Memahami psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.
9)      Mampu mengembangkan kreativitas peserta didik.
10)  Mampu berbahasa Inggris aktif dan menggunakannya dalam proses pembelajaran
11)  Dapat menggunakan perangkat computer dan teknologi informasi lainnya dalam proses pembelajaran.
12)  Memiliki pengalaman mengajar di kelas regular minimal 3 tahun.
13)  Mampu berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan pendidikan.
d.      Kurikulum dan Lama Waktu Belajar
Menurut Baska sebagaimana yang dikutip oleh Suprianto, kurikulum bagi peserta didik akselerasi ini dikenal dengan kurikulum diferensiasi yang mempunyai rentangan dari menghilangkan sebagian besar kurikulum regular sampai sebatas hanya menyesuaikan materi, proses, dan keterampilan dengan karakter dan keunikan peserta didik akselerasi. Dengan demikian diferensiasi kurikulum merupakan kegiatan perencanaan, pendokumentasian, dan mengubah kurikulum menjadi lebih menantang sesuai dengan kemampuan peserta didik akselerasi yang mempunyai karakter lebih cepat belajar, mampu menyelesaikan masalah lebih cepat, dan keunggulan yang lainnya. Sedangkan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan program belajar bagi peserta didik yang memiliki potensi dan kecerdasan istimewa adalah untuk tingkat SD/MI dari 6 tahun menjadi 5 tahun, untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/MA dari 3 tahun menjadi 2 tahun.
e.       Sistem Evaluasi
Sistem evaluasi dilaksanakan secara komprehensif dan berkelan-jutan pada aspek psikologis yang meliputi kepribadian, motivasi, minat dan perilaku selama mengikuti pendidikan, serta penilaian kemajuan belajar yang berbasis kelas dilaksanakan dengan cara paper & pencil test, portofolio, penilaian produk tiga dimensi, dan unjuk kerja. Adapun langkah-langkah penilaian kelas diawali dari perencanaan, pengumpulan informasi, pelaporan dan penggunaan informasi hasil.

C.    Urgensi Akselerasi Pembelajaran Bagi Pengembangan Pendidikan Islam serta Peluang dan Tantangannya
Program akselerasi pembelajaran memang sangat membantu bagi peserta didik yang berkecerdasan dan bakat istimewa untuk berkembang sesuai dengan kecepatan belajarnya. Jika kita analisis secara umum manfaat dari adanya program akselerasi ini antara lain:
1.      Mempersingkat waktu belajar, karena peserta didik yang telah siap untuk mempelajari suatu materi akan secara cepat menguasai materi selanjutnya.
2.      Meningkatkan hasil belajar, karena peserta didik yang belajar dalam lingkungan yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya akan lebih bersemangat dalam belajar.
3.      Rasa percaya diri peserta didik semakin meningkat karena mereka merasa ada penghargaan terhadap kemampuannya.
4.      Terbukanya peluang peserta didik-peserta didik yang cerdas berkumpul dalam satu tempat belajar, sehingga bisa saling membantu dalam belajar.
5.      Biaya yang dikeluarkan untuk pendidikannya pun lebih hemat.
Munculnya program akselerasi pembelajaran ini memang diawali oleh Departemen Pendidikan Nasional, yang jika boleh dikatakan merupakan Departemen Pendidikan yang menaungi sekolah-sekolah “umum”, dalam artian bukanlah sekolah-sekolah yang berdasarkan pada agama. Tetapi kemudian sekolah-sekolah/lembaga-lembaga pendidikan yang bernaungan di bawah Kementerian Agama terutama lembaga Pendidikan Islam mulai menggeliat muncul mengikuti perkembangan inovasi pembelajaran. Salah satunya adalah mengikuti adanya program akselerasi pembelajaran untuk memberikan pelayanan bagi anak-anak yang berkecerdasan istimewa.
Adapun Madrasah di Jawa Timur yang pertama kali muncul dengan program akselerasi pembelajarannya adalah Madrasah Tsanawiyah Unggulan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di kota Surabaya. Munculnya madrasah ini dengan program akselerasinya telah mampu menyalurkan bakat-bakat serta kecerdasan peserta didiknya yang memang memiliki kecerdasan istimewa (di atas rata-rata).
Dengan melihat pada kondisi dan hasil yang dicapai oleh Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Amanatul Ummah tersebut maka penulis mencoba menguraikan beberapa manfaat program akselerasi pembelajaran dalam dunia pendidikan Islam antara lain:
1.      Menyalurkan serta mengembangkan potensi-potensi siwa madrasah yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa
2.      Memberikan pelayanan bagi peserta didik madrasah yang mampu belajar dengan kecepatan lebih dari pada teman-teman sebayanya
3.      Memunculkan generasi-generasi muslim yang cerdas intelektual, emosional dan spiritual
4.      Menunjukkan bahwa model pendidikan Islam juga merupakan model pendidikan yang selalu mampu mengikuti perkembangan zaman serta menghargai potensi peserta didik. Meskipun munculnya madrasah dengan program akselerasi tertinggal jauh dari pendidikan yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan Nasional, tetapi kualitasnya tidak akan tertinggal
5.      Rata-rata program akselerasi pembelajaran ini digabung dengan model fullday school atau boarding school. Hal ini menguntungkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, karena kegiatan selain pembelajaran umum di kelas bisa dilaksanakan secara bersama-sama. Misalnya melaksanakan sholat Dhuha, sholat wajib secara berjamaah, serta sholat sunnah Tahajud bagi yang memadukan dengan program boarding school  atau di pondok pesantren. Hal ini akan menambah nilai ibadah dan persaudaraan antar warga madrasah serta meningkatkan ketertiban dan kedisiplinan peserta didik dalam melaksanakan ibadah.
Jika kita tinjau lebih dalam, program akselerasi pembelajaran ini banyak menciptakan peluang dalam dunia pendididikan, antara lain munculnya generasi-generasi muslim yang cerdas intelektual, emosional dan spiritual sehingga kecerdasannya lengkap. Tanpa adanya program seperti ini akan sulit menemukan bibit-bibit muslim yang unggul, karena pada umumnya peserta didik yang berbakat dan cerdas malah akan menunnjukkan prestasi yang kurang bagus (underachievement) karena seringnya dia merasa bosan dengan proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan kecepatan belajarannya.
Akan tetapi dibalik peluang tersebut, program akselerasi pembelajaran juga menyimpan tantangan-tantangan tersendiri. Jika kita tinjau dari segi pengelolaannya, tantangan muncul dari proses pembelajaran yang memang harus diatur sedemikian rupa sehingga benar-benar mampu merangsang potensi-potensi peserta didik untuk muncul menjadi bakat-bakat yang gemilang.
Pengelola juga harus mampu mendesain program pendukung yang mampu mengembangkan kecerdasan emosi serta spiritualitasnya juga, karena seringnya anak berbakat intelektual istimewa itu memiliki ketidakseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosinya. Kecerdasan intelektualnya cenderung lebih tinggi dari pada kecerdasan emosionalnya.
Tantangan selanjutnya muncul dari dunia masyarakat. Setelah lulus dari program akselerasi, peserta didik-peserta didik tersebut sangat diharapkan mampu berbaur dengan masyarakat secara fleksibel. Mengingat ketika menempuh pendidikan rata-rata peserta didik tersebut lebih terfokus pada dunia pelajaran madrasah, maka waktu untuk bersosialisasi dengan masyarakat menjadi sangat berkurang. Hal ini diharapkan bagi pengelola untuk menciptakan suasana “masyarakat kecil” di lingkungan sekolah yang mampu menunjang keterampilanya nanti ketika sudah terjun dalam dunia kemasyarakatan.

D.    Kesimpulan
Akselerasi pembelajaran muncul karena masalah yang timbul di dunia pendidikan, dimana anak-anak yang sebenarnya berkemampuan di atas anak-anak pada umumnya dalam belajar di sekolah sebagian besar malah menjadi underachiever. Munculnya program pembelajaran untuk anak-anak berbakat di Indonesia memang jauh setelah munculnya program tersebut di luar negeri. Penyelenggaraannya berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 pasal 52; UU No 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 4 dan pasal 12 ayat 1 (f); Permendiknas No 34 Tahun 2006 pasal 1 (a); Permendiknas No 70 Tahun 2009 pasal 1; dan PP No 17 Tahun 2010 pasal 134 ayat 1 dan 2.
Program akselerasi pembelajaran adalah suatu pelayanan dan pemberian kesempatan kepada peserta didik yang kecerdasan dan bakat istimewa untuk menempuh pendidikan lebih cepat dari waktu yang dibutuhkan oleh anak-anak pada umumnya. Terdapat tiga model penyelenggaraannya yang dikenalkan oleh Depdiknas yaitu model kelas regular dengan cluster atau pull out, model kelas khusus, dan model sekolah khusus.
Untuk menentukan keberbakatan peserta didik pada program akselerasi ini lebih banyak digunakan konsep Three Ring Conception dari Renzulli yang meliputi kemampuan di atas rata-rata, kreativitas di atas rata-rata, dan dan komitmen terhadap tugas cukup tinggi. Kurikulum yang digunakan dalam program ini adalah kurikulum diferensiasi yang merupakan pengembangan dan pengaturan ulang kurikulum regular yang disesuaikan dengan kecepatan belajar peserta didik. Waktu belajar untuk tingkat SD/MI menjadi 5 tahun dan untuk SMP/MTs dan SMA/MA menjadi 2 tahun. Evaluasi pembelajaran meliputi aspek psikologis dan kemajuan belajar yang dilakukan dengan teknik penilaian berbasis kelas.
Program akselerasi pembelajaran dalam dunia pendidikan Islam memberikan peluang munculnya peserta didik yang unggul dalam bidang kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Meskipun disamping peluang tersebut tantangan berupa penyeimbangan pengelolaan dalam program pembelajarannya dan “produk” pendidikan akselerasi yang dituntut harus mampu beradaptasi dengan masyaratkat harus pula diperhatikan. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus oleh pengelola program ini terhadap peserta didiknya.

Daftar Rujukan:
----, Penyusunan Kurikulum Diferensiasi Bagi Siswa CI, disampaikan dalam Pelatihan Penyusunan Eskalasi bagi CI bagi Guru-Guru Kelas Akselerasi se-Jawa Timur pada tanggal 10 April 2011 di Hotel Inn Universitas Muhammadiyah Malang.
Abidin, Nanang, Manajemen ESQ (Emotional Spiritual Quotient) dalam Membentuk Budaya Religius Peserta Didik, Studi Multi Situs di MAN Kota Blitar dan MAN Tlogo Blitar, Tidak diterbitkan: Tesis Program Pasca Sarjana STAIN Tulungagung, 2012.
Akbar, Reni, & Hawadi, Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual, Jakarta: Grasindo.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, cet. Ke-13, 2006.
Assaat, Ikramia Irza, Persepsi atas Program Akselerasi dan Stres Akademik, Jakarta: Jurnal  Provitae, Volume 3 No.1 Mei 2007, Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.
Basya, Rifo Rif’at, Pendidikan Emosional Spiritual Quotient (ESQ) Menurut Pemikiran Ary Ginanjar, Tidak diterbitkan: Tesis Program Pasca Sarjana STAIN Tulungagung, 2012.
Fakhruddin, M., Program Percepatan Belajar (Akselerasi) sebagai Salah Satu Inovasi Labschool dalam Memberikan Layanan Belajar Bagi Siswa Cerdas Istimewa, Makalah: tidak diterbitkan, 2008.
Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami, Jakartat: RajaGrafindo Persada, 2006.
Herlanti, Yanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006.
Hidayah, Rifa, Psikologi Pengasuhan Anak, Malang: UIN-Malang Press, cet. I, 2009.
Kasiram, Moh., Metodologi Penelitian Kualitatif- Kuantitatif, Malang: UIN Maliki Press, 2010.
KBBI Offline Versi 1.3, 979.
KBII Offline Versi 1.3.
Malik, Imam, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Teras, 2011.
Mawardi, Muhammad Farid, Penyelenggaraan Program Akselerasi Pembelajaran dalam Upaya Menyalurkan Keberbakatan di Madrasah Tsanawiyah Al Huda Bandung – Tulungagung, Tidak diterbitkan: Tesis Program Pasca Sarjana STAIN Tulungagung, 2009.
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, edisi revisi, 2009.
Mubayidh, Makmun, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, ter.Muhamad Muchson Anasy, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006.
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi III, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.
Muhammad, Amril, Pedoman Penyelenggaraan Asosiasi CI+BI (Program Akselerasi), http://sulipan.wordpress.com/category/program-akselerasi-cibi/. Diakses tanggal 28 Januari 2013.
Nulhakim, T. Rusman, Program Akselerasi Bagi Siswa Berbakat Akademik, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 073, Tahun ke-14, Juli 2008.
Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Permendiknas No 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, Bandung: Alfabeta, 2009.
Safaria, T., Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak, Yogyakarta: Amara Books, 2005.
Shaleh, Abdur Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2004.
Sulistio, Andi, Pengauh Beban Belajar dan Daya Tahan Stres terhadap Perkembangan Sosial Remaja SLTA Program Percepatan Belajar Se-Kabupaten Tulungagung, Tidak diterbitkan: Tesis Program Pasca Sarjana STAIN Tulungagung, 2010.
Suprianto, Eko, Pengembangan Kurikulum Siswa CI, Materi disampaikan pada Kegiatan Rutin Assosiasi Penyelenggara Program Akselerasi dibawah Kementerian Agama Wilayah Jawa Timur, tanggal 25 Maret 2011 di MTsN 3 Malang.
Tanzeh dan Suyitno, Dasar-dasar Penelitian, Surabaya: eLKAF, 2006.
Tanzeh, Ahmad, Metodologi Penelitian Praktis, Yogyakarta: Teras, 2011.
Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009.
Uno, Hamzah B., dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Zaini, Rohmat, Manajemen Akselerasi Pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Unggulan Pondok Pesantren Amanatul Ummah Kota Surabaya, Surabaya: Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, tidak diterbitkan.
Zohar, Danah dan Ian Marshall, SQ: Kecerdasan Spiritual, terj. Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani, Ahmad Baiquni, Bandung: Mizan, 2007.