Kamis, 17 Januari 2013

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


A.    Pendahuluan
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah disusun secara sistematis merupakan hal yang berperan penting bagi peserta didik. Tujuan, bahan, proses dan evaluasi pendidikan tercantum di dalamnya, dan hal itulah yang menjadi jaminan keberhasilan pendidikan bagi peserta didik. Keberhasilan pendidikan tersebut salah satunya bisa dilihat dari terbentuknya peserta didik yang mampu menghadapi perkembangan zaman beserta perkembangan teknologinya. Untuk mempersiapkan peserta didik tersebut maka perlu untuk melakukan pengembangan kurikulum pendidikan. 

B.     Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada siswa. Pada prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi dengan perkembangan pendidikan. Tetapi pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima, menyampaikan dan mengoleh informasi, untuk itulah dibutuhkan proses pengembangan kurikulum yang akurat, terseleksi dan memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dengan demikian, diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Model pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Ada yang memberikan ulasan tentang suatu proses kurikulum, dan ada juga yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.
Sedapat mungkin dalam pengembangan kurikulum didasarkan pada faktor-faktor yang konstan yaitu pengembangan model kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang tergambarkan dalam proses pengembangan tersebut.

C.    Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum
Adapun macam-macam model pengembangan kurikulum dalam tulisan ini oleh penulis akan dibagi sebagai berikut.
1.      Ralp Tyler
Menurut Tyler, sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi, bahwa sangat penting pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasikan kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Kemudian Tyler juga menempatkan empat pertanyaan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu:
a.      What educational purposes should the school seek to attain? (objectives)
b.      What educational experiences are likely to attain these objectives? (instructional strategic and content/selecting learning experiences)
c.      How can these educational experiences be organized effectively? (organizing learning experiences)
d.      How can we determine whether these purposes are being attain? (assessment and evaluation).
Berdasarkan empat pertanyaan yang diajukan Tyler tersebut bisa kita pahami bahwa yang pertama harus diperhatikan adalah tujuan, yaitu apa tujuan pendidikan yang seharusnya dicari oleh pihak sekolah untuk dicapai. Kedua, mengenenai strategi dan isi pembelajaran yang berhubungan dengan seleksi pengalaman belajar, yaitu pengalaman belajar seperti apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah ketiga adalah mengorganisasikan pengalaman belajar, yaitu bagaimana pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan dengan efektif. Sedangkan langkah yang terakhir adalah penilaian dan evaluasi, yaitu bagaimana kita menentukan apakah tujuan tersebut telah tercapai.
Ralp Tyler sebagai bapak pengembang kurikulum (curriculum developer), telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional, sistematis, dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka. Tyler juga menguraikan dan menganalisis sumber-sumber tujuan yang datang dari anak didik, mempelajari kehidupan kontemporer, mata pelajaran yang bersifat akademik, filsafat dan psikologi belajar.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Tyler bisa dilihat dari bagan berikut.

2.      Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum Taba adalah model yang memodifikasi model dasar Tyler. Adapun langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum Taba adalah:
Step 1: Diagnosis of needs
Step 2: Formulation of objectives
Step 3: Selection of content
Step 4: Organization of content
Step 5: Selection of learning experiences
Step 6: Organization of learning experiences
Step 7: Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it.
Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang digunakan Taba dalam mengembangkan kurikulum adalah diagnosis kebutuhan, formulasi pokok-pokok, seleksi isi, organisasi isi, seleksi pengalaman belajar, organisasi pengalaman belajar, dan penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Diagnosis merupakan langkah pertama yang paling penting dalam menentukan kurikulum apa yang seharusnya diberikan kepada siswa. Karena latar belakang siswa sangat beragam, maka perlu untuk mendiagnosa perbedaan atau jurang pemisah, kekurangan dan variasi dalam latar belakang tersebut. Menurut Taba sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi bahwa mendiagnosis kebutuhan anak didik merupakan hal pertama yang sangat penting. Informasi ini berguna dalam menentukan langkah keduanya yaitu formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Dan hakikat tujuan (objectives) akan menentukan jenis pelajaran yang perlu diikuti.
Adapun beberapa area yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan menurut Taba adalah sebagai berikut.
a.      Concepts or ideas to be learned (konsep atau ide yang akan dipelajari)
b.      Attitude, sensitivities, and feelings to be developed (sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dibangun)
c.      Ways of thinking to be reinforced, strengthened, or initiated (pola pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dirumuskan)
d.     Habits and skills to be mastered (kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai)
Selanjutnya Taba juga memberikan beberapa kriteria dalam memformulasikan tujuan dalam pendidikan yaitu:
a.      A statement of objectives should describe both of the kind of behavior expected and the content or the context to which that behavior applies.
Seharusnya pernyataan tujuan menggambarkan sikap yang diharapkan dan isi dari penerapan sikap. Menurut Zainal Arifin bahwa yang dimaksud dengan “the content or the context to which that behavior applies” adalah isi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
b.      Complex objectives need to be stated analytically and specifically enough so that there is no doubt as to the kind of behavior expected, or what the behavior applies to.
Tujuan yang komplek perlu dianalisis dan dispesifikan sehingga tidak ada keraguan terhadap sikap yang diharapkan atau sikap yang diterapkan.
c.      Objectives should also be so formulated that there are clear distinctions among learning experiences required to attain different behavior.
Tujuan hendaknya memberikan petunjuk bahwa ada perbedaan yang jelas tentang pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk mencapai sikap yang berbeda.
d.     Objectives are developmental, representing roads to travel rather than terminal points.
Tujuan adalah hal yang dikembangkan, yang merupakan langkah (perjalanan) yang lebih dari sekedar titik akhir.
e.      Objectives should be realistic and should include only what can be translated into curriculum and classroom experiences.
Tujuan seharusnya realistis dan seharusnya termasuk hal yang dapat diterjemahkan ke dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
f.       The scope of objectives should be broad enough to encompass all types of outcomes for which to school is responsible.
Jangkauan dari tujuan seharusnya menyeluruh yang meliputi semua tujuan yang akan dicapai sekolah.
Sedangkan dalam langkah ketiga yaitu seleksi isi, Taba memberikan kriteria sebagai berikut:
a.      Validity of significance of content (validitas dan signifikansi isi)
b.      Consistency with social realities (konsisten dengan realitas sosial)
c.      Balance of breadth and depth (keseimbangan antara keluasan dan kedalaman)
d.     Provision for wide range of objectives (ketentuan untuk keluasan cakupan dari tujuan)
e.      Learn ability and adaptability to experiences of students (pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan sesuai dengan pengalaman siswa)
f.       Appropriateness to the needs and interests of the students (sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa).
Langkah keempat dalam model Taba adalah organisasi isi, dimana terdapat tiga macam organisasi kurikulum yaitu, sparated subject curriculum (kurikulum dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah), correlated curriculum (sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lainnya), dan broad field curriculum (mengkombinasikan beberapa mata pelajaran). Pada langkah kelima yaitu seleksi pengalaman belajar ini, Ella Yuleawati sebagaimana yang dikuti oleh Arifin memberikan kriteria yang perlu dicermati.
a.      Validitas, dapat diterapkan di sekolah
b.      Kelayakan dalam hal waktu, kemampuan guru, fasilitas sekolah, dan pemenuhan terhadap harapan masyarakat.
c.      Optimal dalam mengembangkan kemampuan peserta didik.
d.     Memberikan peluang untuk pengembangan berpikir rasional
e.      Memberikan peluang pengembangan kemampuan peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat
f.       Terbuka terhadap hal baru dan toleransi terhadap perbedaan peserta didik.
g.      Memotivasi belajar lebih lanjut.
h.      Memenuhi kebutuhan peserta didik
i.        Memperluas minat peserta didik
j.        Mengembangkan kebutuhan pengembangan ranah kognitif, afektif, psikomotorik, sosial, emosi, dan spiritual peserta didik.
Tahap organisasi pengalaman belajar selanjutnya harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi dan cara melakukan evaluasi Taba menganjurkan beberapa hal yaitu:
a.      Criteria for a program of evaluation (menentukan kriteria program penilaian)
b.      A comprehensive evaluation program (menyusun program penilaian yang menyeluruh)
c.      Techniques for securing evidence (teknik mengumpulkan data)
d.     Interpretation of evaluation data (menginterpretasikan data penilaian)
e.      Translation of evaluation data into the curriculum (menerjemahkan data evaluasi ke dalam kurikulum)
f.       Evaluation as a cooperative enterprise. (evaluasi sebagai usaha kerjasama)
Dakir menyatakan bahwa model pengembangan kurikulum yang dikembangan Taba ini adalah model terbalik yang didapatkan atas dasar data induktif, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sedangkan model Taba ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, kemudian diadakan pelaksanaan.
Secara lebih detail Nana Syaodih Sukmadinata menunjukkan lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik Taba. Pertama mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Kedua, menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Kelima adalah implementasi dan diseminasi.
Model pengembangan kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectives Model, karena keduanya berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum bersifat rasional, sistematis dan berfokus pada tujuan. Model tersebut memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan sebagai berikut.
Adapun kelebihan Rational Model yaitu:
a.       Menghindari kebingungan dimana para pendidik dan para pengembang kurikulum memberikan suatu jalan yang tidak berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik.
b.      Dengan menekankan pada peranan dan nilai tujuan-tujuan (objectives), model ini membuat para pengembang kurikulum bisa berpikir serius tentang tugas mereka.
c.       Dengan tata urutan pengembangan kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktivitas belajar, sampai pada evaluasi sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dicapai, merupakan daya tarik tersendiri dari model ini.

Sedangkan kelemahan Rational Model yaitu:
a.       Latar belakang pengalaman dan kurangnya persiapan diri seorang pendidik untuk berpikir dan mengembangkan pemikirannya secara logis dan sistematis akan mengalami kesulitan dalam menggunakan model ini.
b.      Kurang jelasnya hakikat belajar mengajar, karena seringkali pembelajaran justru terjadi di luar tujuan-tujuan tersebut.
c.       Terlalu berlebihan menekankan pada formula hasil seperti mementingkan tujuan perilaku (behavior objectives).

3.      D.K. Wheeler
Berbeda dengan Tyler dan Taba, Wheeler mempunyai argument tersendiri agar pengembang kurikulum dapat menggunakan proses melingkar (a cycle process) dalam mengembangkan kurikulum, dimana setiap elemen saling berhubungan dan saling bergantung. Sebenarnya model Wheeler ini juga rasional, dimana secara umum suatu langkah tidak dapat diseleaikan sebelum langkah-langkah sebelumnya terselesaikan, tetapi hanya representasinya agak berbeda. Adapun langkah-langkah atau Phases Wheeler adalah:
a.      Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan dan sasaran)
b.      Selection of learning experiences to help achieve these aims, goals, and objectives. (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran)
c.      Selection of content through which certain types of experiences may be offered (seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan)
d.     Organization and integration of learning experiences and contents with respect to the teaching learning process (organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar)
e.      Evaluation of each phase and the problems of goals (evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan).
Kontribusi Wheeler dalam pengembangan kurikulum adalah penekanannya terhadap hakikat melingkar yang memberikan indikasi bahwa langkah-langkah di dalamnya bersifat berkelanjutan memiliki makna responsive terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada. Hal ini juga menekankan pada saling ketergantungan antara satu elemen dengan elemen kurikulum lain.

4.      Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metode Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran dengan langkah awalnya adalah analisis situasi. Mereka menitikberatkan pada pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Fase analisis situasi ini merupakan sesuatu yang memaksa para pengembang kurikulum untuk lebih responsif terhadap lingkungan dan terutama dengan kebutuhan anak didik.
 Adapun langkah-langkah tersebut adalah:
a.      Situational analisys (analisis situasi)
b.      Selection of objectives (seleksi tujuan)
c.      Selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d.     Selection and organization of method (seleksi dan organisasi metode)
e.      Evaluation (evaluasi)
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational models, maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
a.       Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
b.      Dengan menerapkan situational analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
c.       Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model  maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.

5.      Decker Walker
Walker berpendapat bahwa proses pengembangan kurikulum yang terjadi dalam persiapan yang natural lebih baik dari pada proses di dalam kurikulum itu sendiri. Berikut fase-fase yang ditunjukkan oleh Walker.
Langkah pertama pada model Walker ini adalah adanya pernyataan platform yang diorganisasikan oleh para pengembang, yang berisi serangkaian ide, preferensi atau pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum. Sehingga para pengembang kurikulum tidak memulai tugasnya dalam keadaan kosong.
Memasuki fase berikutnya adalah fase pertimbangan mendalam dimana individu mempertahankan pernyataan platform mereka sendiri dan menekankan pada ide-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu situasi dimana pengembang juga berusaha menjelaskan ide-ide mereka dan mencapai suatu consensus. Hal yang sangat kompleks ini terjadi sebelum actual curriculum didesain.
Fase terakhir model ini adalah pengembang membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum, dimana keputusan ini diambil setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu.

6.      Malcolm Skilbeck
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternative atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Walker dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model atau Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini adalah:
a.       Memiliki prosedur yang lebih realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.
b.      Pengembang lebih bebas dan menjadi lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
a.       Dalam pelaksanaannya akan cukup membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b.      Kurangnya penekanan dalam menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c.       Dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.

7.      Beauchamp’s system
Langkah pertama pada pengembangan kurikulum ini adalah menetapkan area atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi atau Negara. Tahap ini ditentukan oleh pengambil kebijaksanaan serta oleh tujuan pengembangan kurikulum tersebut.
Dalam menetapkan personalia yang terlibat dalam pengembangan kurikulum dibedakan dalam empat kategori yaitu:
a.       Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
b.      Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
c.       Para professional dalam system pendidikan
d.      Profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat
Pada langkah organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, Beauchamp membaginya ke dalam lima langkah yaitu:
a.       Membentuk tim pengembang kurikulum
b.      Mengadakan penilaian dan penelitian  terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c.       Studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d.      Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e.       Penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Langkah keempat, yaitu mplementasi kurikulum membutuhkan kesiapan yang menyeluruh dari guru, siswa, fasilitas, biaya, administrasi dan pimpinan. Pada langkah kelima, evaluasi kurikulum minimal mencakup lima langkah, yaitu:
a.       Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b.      Evaluasi desain kurikulum
c.       Evaluasi hasil belajar siswa
d.      Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.

8.      Peter F. Oliva
Model perkembangan kurikulurn menurut Oliva sebagaimana yang dikutip oleh Retci Angralia terdiri dari tiga kriteria, yaitu : simple, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-­komponen paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana. Model ini mempunyai 6 komponen yaitu:
a.       Statement of philosophy (rumusan filosofis)
b.      Statement of goals (rumusan tujuan umum)
c.       Statement of objectives (rumusan tujuan khusus)
d.      Design of plan (desain perencanaan)
e.       Implementation (implementasi)
f.       evaluation (evaluasi)
Secara lebih rinci sebagaimana yang dituliskan oleh Moh. Ikhsan R. bahwa pengembangan kurikulum Olivia terdiri dari 12 Komponen yaitu:
a.       Perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat,
b.      Analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah,
c.       Tujuan Umum
d.      Tujuan Khusus
e.       Mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum,
f.       Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran
g.      Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan khusus pembelajaran
h.      Menetapkan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan,
i.        Pengembangan kurikulum
j.        Mengimplementasikan strategi pembelajaran
k.      Pengembangan kurikulum kembali
l.        Evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.

9.      Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Kurikulum terpadu dasarnya dasarnya pada pemecahan suatu problem, yakni “problem sosial” yang dianggap penting dan menarik bagi anak didik. Dalam melaksanakannya disusunlah unit sumber yang mencakup bahan, kegiatan belajar, dan sumber-sumber yang sangat luas.
Sumber unit  digunakan sebagai sumber untuk satuan pelajaran yang dipelajari anak didik di kelas. Perbedaan individual anak didik tidak harus selalu mempelajari hal yang sama dan ada kebebasan bagi anak didik memilih pelajaran menurut minat, bakat, dan kemampuan mereka masing-masing. Pemahamannya bahwa unit sumber merupakan apa yang secara ideal dapat dipelajari anak didik, sedangkan satuan pelajaran adalah apa yang secara actual dipelajari anak didik.

D.    Penutup
Pengembangan kurikulum sebagai proses untuk memperbaiki serta mengembangkan program pengajaran, merupakan hal yang wajib untuk dilaksanakan. Hal ini dilaksanakan untuk mengimbangi perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi. Mengingat hal tersebut maka dalam proses pengembangannya haruslah senantiasa memperhatikan faktor-faktor masyarakat, yang salah satunya adalah peserta didik. Selain itu faktor lingkungan juga berperan serta dalam menentukan pengembangan kurikulum.
Kenyataan di lapangan masih ditemukan satuan pendidikan yang berusaha mengembangkan kurikulumnya tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut. Mereka hanya menambahkan beberapa kegiatan dan ekstrakurikuler dalam  isinya tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut bermanfaat bagi peserta didik atau tidak. Padahal berdasarkan teori dalam mengembangkan kurikulum, peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebagai pertimbangan  dalam proses pengembangan kurikulum.


Daftar Rujukan

Ahmad, M., dkk, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Arifin, Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, Jogjakarta: Diva Press, 2012.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Taba, Hilda, Curriculum Development Theory and Practice, New York: Harcont Drace and World, 1962.


Senin, 14 Januari 2013

I'JAZUL QUR'AN


A.    Pendahuluan
Al Qur’an diturunkan untuk seluruh umat manusia yang berlaku hingga akhir zaman. Karena itulah maka kandungan Al Qur’an begitu luar biasa. Jika kita cermati, Al Qur’an yang dikatakan sebagai mu’jizat terbesar Nabi Muhammad SAW, akan sangat berbeda dengan mu’jizat-mu’jizat yang telah dikaruniakan kepada nabi dan rasul-Nya sebelumnya. Kita ketahui bahwa mu’jizat Nabi Musa ialah tongkat yang dapat menjadi ular besar dan dapat membelah lautan. Nabi Ibrahim dapat selamat dari api dengan izin Allah, serta Nabi Isa dapat menyembuhkan orang sakit lepra, menyembuhkan orang buta hingga bisa melihat kembali dan dapat menghidupkan orang mati.
Mukjizat atau bukti-bukti kenabian itu terus berlangsung dengan kemampuan yang memuaskan pada masa terbatas untuk risalah setiap rasul. Ketika manusia menyelewengkan (mengubah) agama Allah, Dia mengutus seorang rasul lain dengan agama yang diridhoi-Nya beserta mukjizatnya yang baru.
Ketika Allah mengakhiri kenabian dengan Nabi Muhammad SAW. Dia menjamin untuk menjaga agamanya dan menguatkannya dengan bukti terbesar yang selalu ada di antara manusia sampai hari kiamat.
Jika kita cermati pada masa-masa ini bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin membuktikan bahwa yang dikandung Al Qur’an itu benar-benar nyata. Untuk itulah sangat penting bagi kita untuk lebih mendalami tentang mu’jizat Al Qur’an, karena hal itu akan semakin memperkokoh iman kita kepada Allah SWT.

B.     Pengertian I’jaz dan Mu’jizat Al Qur’an
Menurut bahasa kata i’jaz diderivasi dari kata al I’jaz yang berarti lemah atau tidak mampu. Masdar dari kata ‘ajiza yang berarti berbeda dan mengungguli. Berasal juga dari kata a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan mu’jiz dan apabila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawannya. Kata i’jazul Quran artinya melemahkannya Al Qur’an.
اعجازالقرآن الناس عن الاتيان بما تحداهم به
Dilemahkan kitab Al Qur’an kepada manusia untuk mendatangkan apa yang telah ditantangkan kepada mereka, yaitu membuat kitab seperti Al Qur’an ini
Al Qur’an telah menantang pujangga-pujangga Arab untuk membuat kitab yang seperti Al Qur’an, tetapi tidak ada yang mampu membuat tandingan itu. Oleh karena itu, Al Qur’an benar-benar i’jaz atau melemahkan manusia seluruhnya, tak ada seorangpun yang bisa menandingi tantangannya.
Muhammad Bakar Ismail sebagaimana yang dikutip oleh Usman, menegaskan bahwa:
المعجزة هي الأمر الخارق للعدة المقرون بالتحدى يوقعه الله تعالى على يدى نبى ليكون حجة له فى دعوته وبرهانا على صدقه فيما يبلغ عن ربه عزوجل.
Mu’jizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti dengan tantangan yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya, yang bersumber dari Allah SWT.
Adapun unsur-unsur yang menyertai mu’jizat menurut M. Quraish Shihab adalah:
1.      Hal atau peristiwa yang  luar biasa, yaitu sesuatu yang berada di luar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya. Dengan demikian hipnotismme atau sihir walaupun sekilas terlihat ajaib tetapi tidak termasuk luar biasa karena dapat dipelajari
2.      Terjadi atau dipapakarkan oleh seseorang yang mengaku nabi. Bertitik tolak bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah nabi terakhir, maka tidak mungkin lagi terjadi suatu mu’jizat sepeninggal beliau. Boleh jadi sesuatu yang luar biasa tersebut tampak pada diri seseorang yang kelak akan menjadi nabi, tetapi hal itu bukan mukjizat tetapi Irhash, ada juga karamah yang dipaparkan oleh orang yang taat dan dicintai Allah, tidak mustahil juga Allah memberikan ihanah (peghinaan) atau istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka) kepada orang-orang yang durhaka kepada Allah
3.      Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Tantangan tersebut selalu disesuaikan dengan aspek yang paling diketahui oleh yang di tantang.
Mu’jizat dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
1.      Mu’jizat hissy (indrawi) adalah mu’jizat yang dapat diserap oleh panca indra, dapat dilihat oleh mata dan dapat didengar oleh telinga. Mu’jizat ini bersifat tidak kekal dan hanya berlaku untuk satu umat pada satu masa. M’'jizat ini umum diterima oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad.
2.      Mu’jizat ‘aqly (maknawi) adalah mu’jizat yang dapat diketahui dan dipahami oleh akal dan tidak hanya diperuntukkan bagi satu umat pada masa tertentu saja, tetapi untuk seluruh umat manusia. Inilah mu’jizat Al Quran al-Karim yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Allah menjamin keselamatan dan kemurnian Al Qur’an sesuai dengan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an dan Kami pula yang menjaganya.” (QS. Al Hijr : 9)
Dengan demikian kitab Taurat, Zabur, dan Injil tidak termasuk mu’jizat ‘aqly karena hanya diperuntukkan untuk umat zamannya saja (umat pada masa terentu). Demikian pula dengan hadits Qudsi tidak termasuk mu’jizat karena lafadznya berasal dari Nabi sendiri.

C.    Tujuan I’jazil Qur’an
Sebenarnya bukanlah tujuan Al Qur’an diturunkan itu untuk melemahkan manusia, tetapi ada tujuan khusus diantaranya:
1.      Membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mu’jizat kitab Al Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah yang diutus untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi Al Qur’an kepada mereka yang ingkar.
2.      Membuktikan bahwa kitab Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah, bukan buatan malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad. Seandainya kitab Al Qur’an itu buatan Nabi Muhammad yang seorang ummi (tidak pandai menulis dan membaca) tentu pujangga-pujangga Arab mampu membuat seperti Al Qur’an. Tetapi kenyataan mereka tidak dapat melakukannya.
3.      Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasan manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti Al Qur’an yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian Al Qur’an.
4.      Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu. Mereka menuduh bahwa kitab itu hasil lamunan atau buatan Nabi Muhammad sendiri.
Bahkan sindiran-sindiran dari musuh-musuhnya mengatakan baha Nabi Muhammad mungkin menyalin Al Qur’an dari orang Yahudi dan Nasrani, atau bahwa dia mungkin belajar tentang Aristoteles dan Plato dan pasti ia pernah melihat-lihat dan membaca kitab Taurat, Zabur, dan Injil dan mengulangnya dalam bahasa yang indah. Tetapi hal itu dibantah dengan firman Allah QS. Al ‘Ankabut ayat 48:
وما كنت تتلوا من قبله من كتب ولا تخطه بيمينك اذالارتاب المبطلون
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang-orang yang mengingkari(mu).”
Mu’jizat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw. berupa “aqliyah lughowiyah” (rasionalitas bahasa), karena orang-orang Arab pada masa itu merupakan umat yang memiliki tingkat tertinggi dari segi kefasihan dan retorika.

D.    Sejarah Kitab-kitab Tentang I’jazil Qur’an
Berikut beberapa penulis yang menulis tentang I’jazil Qur’an beserta kitab yang telah ditulisnya antara lain:`
1.      Abu Ubaidah (wafat 208 H) : kitab Majazul Qur’an
2.      Al Farra (wafat 207 H) : kitab Ma’anil Qur’an
3.      Ibnu Quthaibah : kitab Ta’wilu Musykilil Qur’an
4.      Imam Al Jahidh (wafat 255 H) : kitab Nuzhumul Qur’an dan Al Hayawan
5.      Muhammad bin Zaid Al Wasithy (wafat 306 H) : kitab I’jazul Qur’an, isinya banyak mengutip kitab Al Jahidh
6.      Imam Ar Rumany (wafat 384 H) : Al I’jaz, mengupas segi-segi kemu’jizatan Al Qur’an
7.      Al Qadhi Abu Bakar Al Baqillany (wafat 403 H) : kitab I’jazul Qur’an, mengupas segi-segi kebalaghahan Al Qur’an dan kemu’jizatannya
8.      Abd. Qohir Al Jurjany (wafat 471 H) : kitab Dala’ilul I’jaz dan Asrarul Balaghah.
9.      Mushthofa Shodiq Ar Rofi’y : kitab Tarikhul Adabil Arabi
10.  Prof. Sayyid Quthub : kitab At Tashwirul Fanni fil Qur’an dan At Ta’birul Fanni Fil Qur’an.
11.  Imam al-Khaththabiy (wafat 388 H) : kitab Bayan I’jaz Al Qur’an.
12.  Ibnu Abi al-Ashba’ : kitab Badi’ Al Qur’an.
13.  Fakhruddin al Raziy (wafat 606 H) : kitab Aja’ib Al Qur’an.
Ulama-ulama kontemporer yang membahas hal itu antara lain:
1.      Musthafa Shadiq al-Rafi’i, I’jaz Al Qur’an
2.      Sayid Quthub, al-Tashwir al-Fanny fi al-Qur’an
3.      Dr. Muhammad Khalafullah, al-Qashash al-fanny fi al-Qur’an.

E.     Macam-macam I’jazil Qur’an
Penjelasan mengenai macam-macam I’jazil Qur’an ini memiliki perbedaan di kalangan ulama karena berbeda-beda dalam tinjauannya. Berikut beberapa keterangan mengenai macam-macam I’jazil Qur’an antara lain:
1.      Dr. Abd. Rozaq Naufal, dalam kitab Al I’jazu Al Adadilil Qur’anil Karim, menjelaskan bahwa I’jazil Qur’an ada 4 macam yaitu:
a.       Al I’jazul Balaghah, yaitu kemu’jizatan segi sastra balaghahnya yang muncul pada masa peningkatan mutu sastra Arab.
b.      Al I’jazul Tasyri’i, yaitu kemu’jizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajarannya, yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum syariat Islam.
c.       Al I’jazul Ilmu, yaitu kemu’jizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains di kalangan umat Islam.
d.      Al I’jazul Adadi, yaitu kemu’jizatan segi kuantity atau matematis/statistik, yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi canggih sekarang.
Contoh I’jazul Adadi adalah
1)      Kata “iblis” dalam Al Qur’an disebutkan sampai 11 kali/ayat, maka ayat yang menyuruh mohon perlindungan dari iblis juga disebutkan 11 kali.
2)      Kata “sihir” dengan segala bentuk tasrifnya disebutkan sampai 60 kali/ayat, dan kata “fitnah” sebagai penyebab sihir juga disebutkan sampai 60 kali.
3)      Kata  “musibah” dengan segala bentuk tasrifnya disebutkan sampai75 kali/ayat, maka lafal syukur dan semua bentuknya yang merupakan ungkapan bahagia terhindar dari musibah itu juga disebutkan 75 kali.
2.      Imam Al-Khoththoby (wafat 388 H) dalam buku Al-Bayan Fi I’jazil Qur’an sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Djalal, mengatakan bahwa kemu’jizatan Al Qur’an terfokus pada bidang kebalaghahan saja. Jadi hanya ada I’jazul Balaghi yang mencakup kefasihan lafal, kebaikan susunan yaitu keserasian susunan huruf-hurufnya dan ketertiban kalimat-kalimatnya, serta keindahan makna. Ulama yang sepaham dengan Imam Al-Khoththoby yang berorientasi pada balaghah saja antara lain,
a.       Imam Ali bin Isa Ar Ramany (wafat 384 H), kitab An Naktu Fi I’jazil Qur’ani Al Balaghi.
b.      Syekh Musthafa Shodiq Ar Rafii, kitab I’jazul Qur’an Al Balaghatu An Nabaawiyyatu.
3.      Imam Al Jahidh (wafat 255 H), dalam kitab Nuzdumul Qur’an, Hujajun Nabawiyah, dan Al Bayan wa At Tabyin, menegaskan bahwa kemu’jizatan Al Qur’an hanya satu yaitu pada susunan lafal-lafalnnya saja. Sebab susunan lafal-lafalnya memang berbeda dari kitab-kitab yang lain, dengan adanya lafal mufrad dan murakkab, taqdim dan ta’khir, hadzaf dan dzikir, fashal dan washal, dan sebagainya. Pujangga yang sepaham dengan Al Jahidh antara lain:
a.       Muhammad bin Jazid Al Wasithy (wafat 306 H), kitab I’jazil Qur’an fi Nudzumi wa Ta’lifi.
b.      Dr. Fathi Ahmad Amin, kitab Fikratun Nudzumi Baina Wujuhil I’jazi.
c.       Abd. Qohir Al Jurjany (wafat 371 H), kitab Dalailul I’jaz
4.      Moh. Ismail Ibrahim, dalam kitab Al Qur’an wa I’jazihi Al Ilmi mengatakan bahwa fokus kemu’jizatan Al Qur’an adalah pada bidang ilmu dan pengetahuan.
5.      Al Baqillani menegaskan bahwa I’jaz yang terdapat dalam Al Qur’an, tidak berasal dari intervensi eksternal yang menutup kemungkinan bangsa Arab membuat yang semisal dengan Al Qur’an. Al Baqillani mengakui bahwa pemberitaan perihal yang gaib dan masalah-masalah yang akan terjadi pada masa mendatang merupakan salah satu aspek kemukjizatan Al Qur’an, namun ia tidak menafsirkan I’jaz dari aspek itu saja. Al Baqillani membedakan teks Al Qur’an dengan teks-teks lainnya dari dua sisi, yaitu:
a.       Bentuk eksternal, struktur umum. Al Qur’an tidak tunduk pada aturan-aturan prosa yang berlaku dalam ujaran biasa.
b.      Aspek susunan dan style (uslub), kita tidak menemukan perbedaan taraf susunan dan penyusunan meskipun panjang dan temanya bervariasi.

F.     Kadar/kapasitas Kemu’jizatan Al Qur’an
Kapasitas kemu’jizatan Al Qur’an adalah kadar yang menjadi mu’jizat dari kitab Al Qur’an itu, apakah seluruhnya atau sebagian saja. Kapasitas kemu’jizatan Al Qur’an ini dapat dilihat dari I’jazil At Tahaddi (kemu’jizatan tantangan Al Qur’an).
Tetapi belum ada yang mampu melawan tantangan itu meskipun kapasitasnya sudah diubah sampai tiga kali.

1.      Tantangan pertama
Tantangan ini ditujukan bagi orang yang mengingkari kewahyuan Al Qur’an dan menuduh bahwa Al Qur’an itu buatan Nabi Muhammad SAW.
a.      QS Ath Thurayat 33-34:
ام يقولو ن تقو له بل لا يؤمنون. فليأ توا بحديث مثله ان كا نوا صدقين.
“Ataukah mereka mengatakan: “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. (Tidak demikian), sebenarnya mereka tidak beriman.” Maka hendaklah mereka, mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar.”
b.      QS. Al Isra’ ayat 88:
قل لئن اجتمعت الانس والجن على ان يأ توا بمثل هذا القرآن لا يأ تون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيرا.
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekali pun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
Tantangan pertama ini tidak terlawan, maka kapasitas kemu’jizatan Al Qur’an adalah seluruhnya. Artinya kadar yang menjadi mu’jizat Al Qur’an adalah seluruh isi dan semua ayatnya. Memang sangat berat melawan tantangan ini, sehingga dicanangkan tantangan kedua yang lebih ringan.
2.      Tantangan kedua
Tantangan ini dicanangkan dalam QS. Hud ayat 13-14:
ام يقو لو ن افترىه قل فأ توا بعشر سور مثله مفتريت وادعوا من استطعتم من دون الله ان كنتم صدقين.
“Bahkan mereka mengatakan: ”Muhammad telah membuat-buat Al Qur’an itu.” Katakanlah: ”(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainnya, dan panggillah orang-orang yang kalian sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kalian seru itu tidak menerima seruan kalian (ajakan kalian), itu maka ketahuilah sesungguhnya Al Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasannya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kalian berserah diri (kepada Allah).”
Dengan tantangan ini berarti kapasitas kemu’jizatan Al Qur’an ialah sepuluh suratnya. Artinya sekedar 10 surat Al Qur’an itu saja sudah membuat seluruh jin dan manusia tidak ada seorangpun yang sanggup membuatnya yang sama seperti Al Qur’an.
3.      Tantangan ketiga
Tantangan ini lebih diringankan lagi, yaitu hanya satu surat saja.
a.       QS. Al Baqarah ayat 23-24
وان كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأ توا بسورة من مثله وادعوا شهداءكم من دون الله ان كنتم صدقين. فان لم تفعلوا ولن تفعلوا فاتقوا النار التى وقودها الناس والحجارة اعدت للكفرين.
“Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal dengan Al Qur’an itu, dan ajaklah penolong-penolong kalian selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar. Jika kalian tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.”

b.      QS. Yunus ayat 38
ام يقولون افترىه قل فأتوا بسورة مثله وادعوا من استطعتم من دون الله ان كنتم صدقين.
“Atau (patutlah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surah seumpamanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar.”
Ternyata tantangan terakhir ini juga tidak terlawan, berarti satu surat saja sudah mu’jiz. Sehingga QS. Al Baqarah ayat 24 menegaskan bahwa tidak akan ada orang yang sanggup melawan Al Qur’an.
Manna’ Khalil al-Qattan, tidak berpendapat bahwa kemu’jizatan itu hanya terdapat pada kadar tertentu, sebab kita dapat menemukannya pula pada bunyi huruf-hurufnya dan alunan kata-katanya, sebagaimana kita mendapatkannya pada ayat-ayat dan surat-suratnya.
Mengenai segi atau kadar manakah yang mu’jizat, maka jika seseorang penyeledik yang objektif dan mencari kebenaran memperhatikan Al Qur’an dari aspek manapun yang ia sukai, segi uslubnya, ilmu pengetahuannya, pengaruh yang ditimbulkannya di dalam dunia dan wajah sejarah yang diubahnya, tentu kemu’jizatan itu ia dapat dengan terang dan jelas.

G.    Segi-segi Kemu’jizatan Al Qur’an
1.      Gaya Bahasa
Al Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasa sehingga membuat kagum, tidak hanya bagi mukmin tetapi juga bagi orang-orang kafir. Umar bin Khattab yang awalnya sangat memusuhi Nabi SAW, akhirnya masuk Islam karena mendengar petikan-petikan ayat Al Qur’an. Banyak juga riwayat yang mengatakan bahwa banyak tokoh kaum musyrik yang secara sembunyi-sembunyi mendengarkan Al Qur’an dibaca oleh kaum Muslim.
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy, sebagimana yang dikutip oleh Usman mengatakan bahwa keindahan sastra dan gaya bahasanya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra dan semua gaya bahasa yang dimiliki orang-orang Arab.Kefasihan bahasanyayang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia.

2.      Susunan Kalimat
Terlihat bahwa Al Qur’an, hadits qudsi dan hadits nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, tetapi uslub (style) atau susunannya sangat jauh berbeda. Uslub Al Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya dibanding dengan lainnya dan terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan pernah ada pada ucapan manusia. Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
Menurut pakar Ilmu Balaghah, Al Qur’an sering menggunakan tsybih, isti’arah, majaz (perumpamaan) dan matsal (perumpamaan).
Contohnya QS. Al Qori’ah ayat 5, Allah berfirman:
وتكون الجبال كالعهن المنفوش.
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu-bulu yang dihambur-hamburkan.”
Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai perumpamaan gunung-gunung yang telah hancur lebur berserakan. Dalam ayat tersebut terdapat tasybih, yaitu musyabbah (yang diserupakan) dan musyabbah bih (yang diserupakan dengannya), keduanya mempunyai sifat indrawi yang sama.

3.      Hukum Illahi yang Sempurna
Kesempurnaan Syari’at yang ada dalam Al Qur’an mengungguli semua Syari’at dan aturan-aturan lainnya. Mengenai hal ini Al Qur’an memberi petunjuk adanya tiga macam hukum, yakni:
a.      Hukum yang mengatur alam semesta seluruhnya yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan Tuhan.
b.      Hukum yang dibuat manusia dan berlaku untuk (mengatur) masyarakat manusia sendiri.
c.      Hukum yang tidak dibuat manusia tetapi berpengaruh dan bahkan pada hakikatnya berlaku untuk (mengatur) masyarakat manusia, dengan atau tanpa persetujuan manusia, yang disebut sunnatullah.
 Berbagai macam hukum yang dikandung di dalamnya antara lain:
a.      Pokok-pokok akidah, Al Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya Nabi dan Rasul, serta mempercayai kitab samawi.  Akidah Islam memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan kepercayaan dan iman agama-agama lain, antara lain:
1)      Keterbukaan melalui persaksian (syahadat), seorang muslim senantiasa jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas orang lain (sebagaimana dalam QS. Al Kafirun)
2)      Cakrawala pandangan yang luas dengan diperkenalkannya Allah sebagai Tuhan seluruh alam (Rabbul ‘alamin), bukan Tuhan kelompok tertentu dan agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
3)      Kejelasan dan kesederhanaan pokok-pokok ajaran akidah, serta pengungkapannya tidak berbelit-belit.
4)      Keutuhan antara iman dan Islam atau antara akidah dan amal (perilaku dan perbuatan).
b.      Pokok-pokok ibadah, ibadah amaliyah seperti zakat dan ibadah, serta ibadah badaniyah sekaligus amaliyah yaitu berjuang di jalan Allah.
c.      Bidang undang-undang, Al Qur’an menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik dan ekonomi.
Cara yang digunakan Al Qur’an dalam menetapkan hukum adalah:
a.      Secara global
Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.      Secara terperinci
Hukum yang diterangkan dengan perinci adalah berkaitan dengan hutang piutang, makanan yang halal dan haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.

4.      Ketelitian Redaksi
a.      Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
1)      Al-hayah(hidup) dan al-maut (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
2)      An-naf (manfaat) dan al-madharah (mudarat), masing-masing sebanyak 50 kali.
3)      Al-har (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing sebanyak 4 kali.
4)      Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan), masing-masing sebanyak 167 kali.
5)      Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/kesesalan) masing-masing sebanyak 13 kali.
6)      Ar-rahbah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin), masing-masing sebanyak 8 kali.
7)      Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing sebanyak 17 kali.
8)      Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim dingin), masing-masing sebanyak 1 kali.
b.      Keseimbangan jumlah bilangan dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
1)      Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali
2)      Al-‘ujub dan al-ghurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing 27 kali.
3)      Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya), masing-masing 17 kali.
4)      Al Qur’an, al wahyu, dan al-Islam (Al Qur’an, wahyu dan Islam), masing-masing 70 kali.
5)      Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali.
6)      Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali.
c.      Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
1)      Al-infaq (infaq) dan ar-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali.
2)      Al-bukhl (kekikiran) dan al-hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali.
3)      Al-kafirun (orang-orang kafir) dan an-nar/al-ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing154 kali.
4)      Az-zakah (zakat/penyucian) dan al-barakat (kebajikan yang banyak), masing-masing 32 kali.
5)      Al-fahisyah (kekejian) dan al-ghadhb (murka), masing-masing 26 kali.
d.     Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
1)      Al-israf (pemborosan) dan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali.
2)      Al-maw’izhah(nasihat/petuah) dan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali.
3)      Al-asra (tawanan) dan al-harb (perang), masing-masing 6 kali.
4)      As-salam (kedamaian) dan ath-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali.
e.      Beberapa keseimbangan khusus, antara lain:
1)      Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali (sebanyak jumlah hari dalam setahun), dalam bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni) sejumlah 30 (sama dengan jumlah hari dalam sebulan), dan kata yang berarti bulan (syahri) hanya ada 12 kali (sama dengan jumlah bulan dalam 1 tahun).
2)      Al Qur’an menjelaskan bahwa langit ada 7 macam, yang diulang sebanyak 7 kali yaitu
a)      QS. Al-Baqarah ayat 29
b)      QS. Al-Isra’ ayat 44
c)      QS. Al Mu’minun ayat 86
d)     QS. Fushshilat ayat 12
e)      QS. Ath Thalaq ayat 12
f)       QS. Al Mulk ayat 3
g)      QS. Nuh ayat 15
Penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam 6 hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
3)      Kata-kata yang menunjukkan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa kabar gembira) atau nadzir (pemberi peringatan) berjumlah 518 sama dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut.
f.       Dualitas kalimat yang berlawanan
Misalnya dalam QS. Ali Imran ayat 106
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula yang hitam muram.”
Pada QS. Ali Imran ayat 141
“Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir.”
Terlihat ada dualitas dalam ayat tersebut, Allah membersihkan orang-orang yang beriman dari dosa dengan memberikan ujian. Sehingga jelas siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang munafik. Di sisi lain Allah membinasakan orang-orang kafir.
g.      Dualitas kalimat sambung (jumlah ma’thufah), seperti dalam
“Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan anak-anakmu yang wanita.” (QS. Al Baqarah  : 49)
Maka, kata “anak wanita” bersambung dengan kata sebelumnya yaitu “mereka menyembelih anak laki-laki.” Ayat tersebut adalah dualitas yang menjelaskan kekejaman Fir’aun dan bala tentaranya ketika menyiksa bani Israel.
h.      Dualitas kata sambung dalam kata kerja, seperti dalam firman Allah
سمعنا وأطعنا
“Kami dengar dan kami taat.” (QS. Al Baqarah: 285)
Mendengar dan menaati adalah dualitas, sehingga dalam bahasa Arab disebutkan “sam’an wa tha’atan (Baiklah, kita dengar dan taati).”

5.      Berita Tentang Hal-hal yang Ghaib
a.      Berita tentang Fir’aun yang mengejar-ngejar Nabi Musa diceritakan dalam QS. Yunus ayat 92.
فاليوم ننجيك ببدنك لتكون لمن خلفك اية. وان كثيرا من الناس عن ايتنا لغفلون.
“Maka pada hari ini, Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Pada awal abad ke-19, tepatnya tahun 1896, di lembah raja-raja Luxor Mesir, seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi yang ternyata ia adalah Fir’aun yang bernama Munifah.  Tanggal 8 Juli 1908, Elliot Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut Fir’aun tersebut yang ternyata jasadnya masih utuh sebagaimana yang diceritakan dalam Al Qur’an.
b.      Peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum ayat 1-5.
الم. غلبت الروم. فى أدنى الأرض وهم من بعد غلبهم سيغلبون. فى بضع سنين لله الأمر من قبل ومن بعد ويومِئذ يفرح المؤ منون بنصرالله ينصر من يشاء وهو العزيز الرحيم.
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah lah urusan sebelum dan sesudah mereka menang. Dan di hari kemenangan bangsa Romawi itu, bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”
Sejarahwan menginformasikan bahwa pada tahun 616 M terjadi peperangan antara Romawi yang beragama Kristen dan persia yang menyembah api yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Ayat di atas turun untuk menghibur kaum muslimin yang kecewa atas kekalahan tersebut, karena kaum muslim mengharapkan Romawi yang beragama samawi menang. Ayat tersebut menginformasikan:
1)      Romawi akan menang atas Persia dalam waktu bidh’ sinin, diterjemahkan beberapa tahun.
2)      Saat kemenangan itu kaum muslimin akan bergembira tidak hanya karena kemenangan Romawi tetapi juga dengan kemenangan yang dianugerahkan Allah.
Ternyata tahun 622 M, benar-benar terjadi peperangan antara keduanya dan dimenangkan oleh Romawi.
c.      Kasus Abu Jahal. Ia adalah seorang tokoh musyrik yang sangat keras menentang Rasulullah. Bahkan ia selalu menghalang-halangi Rasulullah menjalanka shalat. Melihat kelakuan Abu Jahal tersebut, Allah menyampaikan ancamannya di dalam QS. Al-‘Alaq ayat 9-19, yang artinya:
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang seorang hamba ketika dia melaksanakan shalat, bagaimana pendapatmu jika dia (yang dilarang shalat itu) berada di atas kebenaran (petunjuk), atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmmu jikak dia (yang melarang) itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)? Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti(berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya (ke dalam neraka), (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan dan durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya). Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah (penyiksa orang-orang yang berdosa), sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah).”
Ancaman yang disampaikan ayat tersebut sanngat tegas. Jika Abu Jahal tidak berhenti menentang Nabi maka ubun-ubunnya akan ditarik. Hal ini terbukti pada saat terjadi perang Badar, Abu Jahal adalah orang yang memicu terjadinya perang tersebut, dan dia pula pemimpin pasukan musyrik. Kemenangan diraih kaum Muslim dan Abu Jahal tewas, kemudian salah seorang sahabat menyeret kepala Abu Jahal ke hadapan Rasulullah.

6.      Isyarat-isyarat Ilmiah
Al Qur’an mengandungn mukjizat ilmiah yaitu pemberitaan Al Qur’an tentang hakikat yang dibenarkan oleh ilmu eksperimental akhir-akhir ini, dan ketidakmungkinan mengetahuinya dengan sarana manusia pada zaman Rasulullah SAW. Sehingga tampaklah cakupan Al Qur’an pada realitas alam yang diterangkan oleh pengertian ayat tersebut dan manusia menyaksikan kebenarannya dalam (gejala) alam. Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan.
Berikut beberapa contoh isyarat ilmiah dalam Al Qur’an.
a.       Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan, dijelaskan dalam QS. Yunus ayat 5:
هو الذي جعل الشمش ضيآء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب. ما خلق الله ذلك الا بالحق, يفصل الايت لقوم يعلمون.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
b.      Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas, dijelaskan dalam QS. Al An’am ayat 125:
فمن يرد الله أن يهديه يشرح صدره للا سلام ومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد فى السمآء. كذا لك يجعل الله الرجس على الذين لا  يؤ منون.
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) agama Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
c.       Perbedaan sidik jari manusia, diisyaratkan dalam QS. Al Qiyamah: 4:
بلى قادرين على أن نسوي بنا نه.
“Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.”
d.      Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Yusuf ayat 94:
ولما فصلت العير قال أبوهم انى لأجد ريح يوسف لولا أن تفندون.
“Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negara Mesir), ayah mereka berkata, “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya aku tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).”
e.       Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal, diisyaratkan dalam QS. Al Baqarah 233:
والوا لدت يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة, وعلى المولودله رزقهن وكسوتهن بالمعروف.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.”
f.       Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia, diisyaratkan dalam QS. Al Qiyamah ayat 14-16:
بل الاءنسان على نفسه بصيرة. ولوألقى معاذيره. لاتحرك به لسانك لتعجل به.
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
g.      Bagian yang merasakan nyeri adalah kulit, diisyaratkan dalam QS. An Nisa’ ayat 56:
ان الذين كفروا بايتنا سوف نصليهم نارا كلما نضجت جلودهم بدلنهم جلودا غيرها ليذوقواالعذاب, ان الله كان عزيزا حكيما.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit merasa hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
h.      Permasalahan siklus zat  makanan hidrologi dijelaskan dalam QS. Az Zumar ayat 72:
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang yang mempunyai akal.”
i.        Permasalahan pelestarian lingkungan dan pelestarian alam, dijelaskan dalam QS. At Tiin ayat 1-3:
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota Mekah ini yang aman.”
j.        Teori ilmiah lainnya yang ada dalam Al Qur’an antara lain:
1)      Mengenai pembentukan dunia yang pada mulanya merupakan kabut gas di mana terjadi ledakan besar yang menimbulkan planet dan atom atau partikel yang sederhana seperti hydrogen, dapat dipelajari dalam QS. Fushilat : 11, Al Anbiya’:30 dan 104, adz Dzariyat : 47, Yaasin : 38, dan Ibrahim : 48.
2)      Mengenai evolusi makhluk hidup di dunia yang pada mulanya diciptakan dari air yang lama kelamaan semakin sempurna dapat dipelajari dalam QS. Al Anbiya’ : 30, an Nur : 45, Thaha : 53, as Sajadah : 7, Nuh : 14, al Infithar :7-8, dan at Tin : 4.
3)      Mengenai teori hibernasi “tidur panjang”, yaitu proses efisiensi yang dengannya tubuh manusia mampu tidur ratusan tahun mungkin dapat dikembangkan di dunia modern, dijelaskan dalam QS. Al Kahf : 10-25.
4)      Teori kepemimpinan, dijelaskan dalam QS. Al Maidah : 52-62, dan Al Mujadilah : 22-24.
Kemu’jizatan ilmiah Al Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi terletak pada dorongannya untuk berpikir dan menggunakan akal, mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam.

H.    Bukti Historis Kegagalan Menandingi Al Qur’an
Al Qur’an secara tegas menantang semua sastrawan dan orator Arab untuk menandingi ketinggian Al Qur’an, namun tidak ada satu pun yang sanggup. Meskipun mereka menentang dan memusuhi Al Qur’an serta Nabi Muhammad SAW. tetapi sebenarnya mereka mengagumi ketinggian bahasa dan sastra yang ada pada Al Qur’an. Hal ini terbukti dari hal berikut.
1.      Menurut riwayat, Al Walid bin al-Mughirah, tokoh Quraisy pernah berkunjung ke rumah Rasulullah dan beliau membacakan Al Qur’an dihadapannya. Ketika hal itu diketahui Abu Jahal kemudian berkata kepadanya “hai paman, apakah engkau hendak menghimpun harta kekayaan untukmu karena engkau telah mendatangi Muhammad untuk memperoleh sesuatu dari padanya?” Ia menjawab, “sesungguhnya seluruh suku Quraisy sudah mengetahui bahwa akulah yang paling kaya di antara mereka.” Kata Abu Jahal, “kalau begitu ucapkanlah sesuatu untuk meyakinkan kaummu, bahwa engkau mengingkari bacaan Muhammad itu.” Jawab Walid,”aku bingung apa yang harus kukatakan, Demi Allah, tidak ada yang lebih mengerti dari aku di antara kalian tentang syi’ir baik rajaznya, qashidahnya maupun segala macam dan segala jenis syi’ir yang halus dan indah. Demi Allah aku belum pernah mendengar  kata-kata yang seindah itu. Itu bukan syi’ir, bukan sihir dan bukan pula kata-kata tukang sihir atau tukang ramal seperti yang dikatakan orang selama ini. Sesungguhnya Al Qur’an itu ibarat sebuah pohon yang rindang, akarnya terhujam ke tanah, susunan kata-katanya amat manis dan sangat enak didengar. Itu bukanlah kata-kata manusia. Ia sangat tinggi dan tidak ada yang dapat menandinginya.”
2.      Nadlar bin Harits, salah satu pembesar Quraisy yang sangat membenci Islam, pada suatu hari setelah ia mendengar ayat-ayat Al Qur’an yang dibacakan oleh Nabi SAW., ia berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kalian telah mengetahui, bahwa aku belum pernah meninggalkan sesuatu, melainkan mesti aku mengetahui dan membacanya serta mengatakannya lebih dahulu kepada kalian. Demi Allah sungguh aku telah mendengar sendiri bacaan yang biasa diucapkan oleh Muhammad. Demi Allah, katanya, aku sama sekali belum pernah mendengar perkataan seperti itu. Itu bukan syi’ir, bukan sihir dan bukan pula ramal.”
Bagi mereka yang tidak mengerti dan mengetahui bahasa Arab, amat sulit bahkan tidak mungkin dapat menangkap di mana letak kemu’jizatan Al Qur’an, baik dari segi keindahan susunan maupun gaya bahasanya. Karena untuk mengetahui ketinggian dan mutu suatu bahasa adalah tidak mungkin tanpa mengetahui dan menghayati keindahan bahasa itu sendiri.
Di antara pendusta dan musyrik Arab saat itu yang mencoba berusaha menandingi Al Qur’an adalah Musailamah al Kadzdzab. Adapun tandingan yang dibuat adalah:
ياصفدع بنت صفد عين, نقى ما تنقين أعلاك فى الماء وأسفلك فى الطين.
Hai katak anak dari dua ekor katak, bersihkanlah apa yang hendak engkau bersihkan, bagian atasmu ada di air dan bagian bawahmu ada di tanah.
ألفيل مالفيل, وماأدراك مالفيل له ذنب وبيل وخرطوم طويل.
Gajah, apakah gajah itu, tahukah kamu apa gajah itu, ekornya seperti  tongkat dan belalainya panjang.
انا أعطين ك الجماهر, فصل لربك وجاهر ان شانئك هوالكفر.
Sesungguhnya kami telah memberikanmu minman keras, maka shalatlah karena tuhanmu dan keraskanlah suaramu, sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang-orang kafir.
والشاة وألوانها وأعجبها السود والبانها, والشاة السوداء, واللبن الأبيض انه لعجب محض, وقد حرم المذق فما لكم لاتمجعون.
Demi kambing dan aneka warnanya, alangkah mengagumkan hitamnya dan air susunya. Demi domba yang hitam dan air susunya yang putih, sungguh hal ini sangat mengagumkan, sesungguhnya diharamkan mencampurnya dengan kurma.
واطاحنات طحنا, والعاجنا عجنا, والخابزات خبزا والثاردات ثردا واللاقمان لقم, اهالة وسمنا ... لقد فضلتم على اهل الوبر, وماسبقكم أهل المدر, ريفكم فامنعوه, والعتر فآووه, والباغى فنا وئوه...
Demi penggilingan tepung yang digunakan menggiling, demi roti, demi hujan yang rintik-rintik, demi beberapa genggam bila digenggam, yang membuat menjadi gemuk.... Sesungguhnya kalian lebih diutamakan dari penduduk badwi, dan sekali-kali kalian tidak akan dilampaui oleh penduduk negeri. Jauhilah tempat yang banyak tanaman, jagalah dirimu dari penjahat, dan hadapilah orang yang berbuat jahat dan aniaya itu....
Al Jahiz, seorang sastrawan terkemuka dalam karyanya “al-hayawan”, menanggapi gubahan Musailamah, sebagaimana yang dikuti oleh Usman: “saya tidak mengerti apa yang menggerakkan hati Musailamah al Kadzdzab mennyebut katak dan sebagainya itu. Alangkah kotor gubahan yang dikatakannya sebagai ungkapan yang sama dengan Al Qur’an, yang dikatakannya diturunkan kepadanya sebagai wahyu.”
Abu al Alla al Ma’ariy al Mutanabi juga berusaha menandingi AlQur’an tetapi ketika mereka akan memulai tiba-tiba dia gellisah dan bingung, kemudian dia merusak alat tulisnya dan merobek-robek kertasnnya.
Ibnu al Muqaffa, ketika hendak memulai membuat kalimat tandingan Al Qur’an, ia mendengar seorang anak membaca firman Allah QS. Hud ayat 44:
وقيل ياأرض ابلعي ماءك وياسماء أقلعي وغيض الماء وقضي الأمرواستوت على الجود وقيل بعدا للقوم الظالمين.
“Dan difirmankan; Hai bumi, telanlah airmu dan hai langit (hujan) berhentilah, dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi kemudian dikatakan, binasalah orang-orang yang zalim.”
Mendengar hal itu, ia lalu menyobek-nyobek kertasnya, mengurungkan niatnya dan berkata: Demi Allah, adalah tidak mungkin ada manusia yang dapat membuat seperti itu.

I.       Hikmah Mempelajari I’jazil Qur’an
Manfaat mempelajari I’jazil Qur’an diantaranya adalah:
1.      Jika orang-orang yang hidup semasa Rasulullah SAW. telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri mukjizat-mukjizat yang banyak, maka sesungguhnya Allah memperlihatkan manusia masa kini mukjizat Rasulullah SAW., yang sesuai dengan zaman mereka dan terbuktilah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah haq. Munculnya bukti-bukti ilmiah ini memberikan kepercayaan untuk kedua kalinya dalam hati orang-orang Islam yang diuji oleh orang-orang kafir tentang agama mereka dengan mengatasnamakan ilmu pengetahuan dan apa yang telah dicapai oleh kemajuan dan kebudayaan.
2.      Koreksi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Dengan kemungkinan kaum muslimin untuk maju ke muka untuk mengoreksi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia dan menempatkannya pada tempat yang benar itu adalah jalan untuk iman kepada Allah dan rasul-Nya, membenarkan apa yang ada pada Al Qur’an pedoman untuk patuh dan tunduk dan saksi bagi penyelewengan agama-agama selainnya.
3.      Mengaktifkan kaum muslimin untuk penemuan-penemuan alam dengan motivasi dan inisiatif keimanan.
Daftar Rujukan
Departemen Agama RI, Al Quran & Terjemahannya, Bandung : Diponegoro, 2000.
Allam, Ahmad Khalid, Al Qur’an dalam Keseimbangan Alam dan Kehidupan, Jakarta: Gema Insani, 2005.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta : Litera AntarNusa, 2004.
al-Zindani, Abdul Majid bin Aziz, dkk, Mukjizat al Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Chirzin, Muhammad, Al Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998.
Deedat, Ahmed, Keajaiban Angka 19 dalam Al Qur’an (Tinjauan Matematis), ter. Nur Fatimah, Yogyakarta : Fahima, 2007.
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya : Dunia Ilmu, 2000.
Hendri Ari, Mukjizat Al-Qur’an, Jakarta : Artha Rivera, 2008.
Shihab, M.Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 2004.
Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Teras, 2009.
Zaid, Nasr Hamid Abu, Tekstualitas Al Qur’an: Kritik terhadap Ulumul Qur’an, ter.Khoiron Nahdliyin , Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2005.