A. Pendahuluan
Kurikulum
sebagai program pendidikan yang telah disusun secara sistematis merupakan hal
yang berperan penting bagi peserta didik. Tujuan, bahan, proses dan evaluasi
pendidikan tercantum di dalamnya, dan hal itulah yang menjadi jaminan
keberhasilan pendidikan bagi peserta didik. Keberhasilan pendidikan tersebut
salah satunya bisa dilihat dari terbentuknya peserta didik yang mampu
menghadapi perkembangan zaman beserta perkembangan teknologinya. Untuk
mempersiapkan peserta didik tersebut maka perlu untuk melakukan pengembangan
kurikulum pendidikan.
B. Pengertian Model
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan
untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai
hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada siswa. Pada
prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi dengan perkembangan pendidikan.
Tetapi pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam kemampuan
menerima, menyampaikan dan mengoleh informasi, untuk itulah dibutuhkan proses
pengembangan kurikulum yang akurat, terseleksi dan memiliki tingkat relevansi
yang kuat. Dengan demikian, diperlukan suatu model pengembangan kurikulum
dengan pendekatan yang sesuai.
Model pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula
hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Ada yang memberikan ulasan
tentang suatu proses kurikulum, dan ada juga yang hanya menekankan pada
mekanisme pengembangannya saja.
Sedapat mungkin dalam pengembangan kurikulum
didasarkan pada faktor-faktor yang konstan yaitu pengembangan model kurikulum
perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan
evaluasi yang tergambarkan dalam proses pengembangan tersebut.
C. Macam-macam Model
Pengembangan Kurikulum
Adapun macam-macam model pengembangan kurikulum dalam
tulisan ini oleh penulis akan dibagi sebagai berikut.
1.
Ralp Tyler
Menurut Tyler,
sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi, bahwa sangat penting pendapat
secara rasional, menganalisis, menginterpretasikan kurikulum dan program
pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Kemudian Tyler juga menempatkan empat
pertanyaan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu:
a.
What educational purposes
should the school seek to attain? (objectives)
b.
What educational
experiences are likely to attain these objectives? (instructional strategic and
content/selecting learning experiences)
c.
How can these educational
experiences be organized effectively? (organizing learning experiences)
d.
How can we determine whether
these purposes are being attain? (assessment and evaluation).
Berdasarkan empat pertanyaan yang diajukan Tyler
tersebut bisa kita pahami bahwa yang pertama harus diperhatikan adalah tujuan,
yaitu apa tujuan pendidikan yang seharusnya dicari oleh pihak sekolah untuk
dicapai. Kedua, mengenenai strategi dan isi pembelajaran yang berhubungan
dengan seleksi pengalaman belajar, yaitu pengalaman belajar seperti apa yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah ketiga adalah
mengorganisasikan pengalaman belajar, yaitu bagaimana pengalaman-pengalaman
belajar tersebut dapat diorganisasikan dengan efektif. Sedangkan langkah yang
terakhir adalah penilaian dan evaluasi, yaitu bagaimana kita menentukan apakah
tujuan tersebut telah tercapai.
Ralp Tyler sebagai bapak pengembang kurikulum (curriculum
developer), telah menanamkan perlunya hal yang lebih rasional, sistematis,
dan pendekatan yang berarti dalam tugas mereka. Tyler juga menguraikan dan
menganalisis sumber-sumber tujuan yang datang dari anak didik, mempelajari
kehidupan kontemporer, mata pelajaran yang bersifat akademik, filsafat dan
psikologi belajar.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Tyler bisa
dilihat dari bagan berikut.
2.
Hilda Taba
Model pengembangan
kurikulum Taba adalah model yang memodifikasi model dasar Tyler. Adapun
langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum Taba adalah:
Step 1: Diagnosis of needs
Step 2: Formulation of
objectives
Step 3: Selection of content
Step 4: Organization of content
Step 5: Selection of learning
experiences
Step 6: Organization of
learning experiences
Step 7: Determination of what
to evaluate and of the ways and means of doing it.
Berdasarkan hal
tersebut, kita dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang digunakan Taba dalam
mengembangkan kurikulum adalah diagnosis kebutuhan, formulasi pokok-pokok,
seleksi isi, organisasi isi, seleksi pengalaman belajar, organisasi pengalaman
belajar, dan penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk
melakukannya.
Diagnosis
merupakan langkah pertama yang paling penting dalam menentukan kurikulum apa
yang seharusnya diberikan kepada siswa. Karena latar belakang siswa sangat
beragam, maka perlu untuk mendiagnosa perbedaan atau jurang pemisah, kekurangan
dan variasi dalam latar belakang tersebut. Menurut Taba sebagaimana yang
dikutip oleh Abdullah Idi bahwa mendiagnosis kebutuhan anak didik merupakan hal
pertama yang sangat penting. Informasi ini berguna dalam menentukan langkah
keduanya yaitu formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan yang komprehensif untuk
membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Dan hakikat tujuan (objectives)
akan menentukan jenis pelajaran yang perlu diikuti.
Adapun beberapa
area yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan menurut Taba adalah
sebagai berikut.
a.
Concepts or ideas to be learned
(konsep atau ide yang akan dipelajari)
b.
Attitude, sensitivities, and
feelings to be developed (sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan
dibangun)
c.
Ways of thinking to be
reinforced, strengthened, or initiated (pola pikir yang akan ditekankan,
dikuatkan, atau dirumuskan)
d.
Habits and skills to be
mastered (kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai)
Selanjutnya Taba juga memberikan beberapa kriteria
dalam memformulasikan tujuan dalam pendidikan yaitu:
a.
A statement of objectives
should describe both of the kind of behavior expected and the content or the
context to which that behavior applies.
Seharusnya pernyataan tujuan
menggambarkan sikap yang diharapkan dan isi dari penerapan sikap. Menurut
Zainal Arifin bahwa yang dimaksud dengan “the content or the context to
which that behavior applies” adalah isi yang terdapat dalam setiap mata
pelajaran.
b.
Complex objectives need to be
stated analytically and specifically enough so that there is no doubt as to the
kind of behavior expected, or what the behavior applies to.
Tujuan yang komplek perlu dianalisis
dan dispesifikan sehingga tidak ada keraguan terhadap sikap yang diharapkan
atau sikap yang diterapkan.
c.
Objectives should also be so
formulated that there are clear distinctions among learning experiences
required to attain different behavior.
Tujuan hendaknya memberikan petunjuk
bahwa ada perbedaan yang jelas tentang pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk
mencapai sikap yang berbeda.
d.
Objectives are developmental,
representing roads to travel rather than terminal points.
Tujuan adalah hal yang dikembangkan,
yang merupakan langkah (perjalanan) yang lebih dari sekedar titik akhir.
e.
Objectives should be realistic
and should include only what can be translated into curriculum and classroom
experiences.
Tujuan seharusnya realistis dan
seharusnya termasuk hal yang dapat diterjemahkan ke dalam kurikulum dan
pengalaman belajar.
f.
The scope of objectives should
be broad enough to encompass all types of outcomes for which to school is
responsible.
Jangkauan dari tujuan seharusnya
menyeluruh yang meliputi semua tujuan yang akan dicapai sekolah.
Sedangkan dalam
langkah ketiga yaitu seleksi isi, Taba memberikan kriteria sebagai berikut:
a.
Validity of significance of
content (validitas dan signifikansi isi)
b.
Consistency with social
realities (konsisten dengan realitas sosial)
c.
Balance of breadth and depth (keseimbangan
antara keluasan dan kedalaman)
d.
Provision for wide range of
objectives (ketentuan untuk keluasan cakupan dari tujuan)
e.
Learn ability and adaptability to
experiences of students (pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
sesuai dengan pengalaman siswa)
f.
Appropriateness to the needs
and interests of the students (sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa).
Langkah keempat dalam model Taba adalah organisasi
isi, dimana terdapat tiga macam organisasi kurikulum yaitu, sparated subject
curriculum (kurikulum dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah), correlated
curriculum (sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang
lainnya), dan broad field curriculum (mengkombinasikan beberapa mata
pelajaran). Pada langkah kelima yaitu seleksi pengalaman belajar ini, Ella Yuleawati
sebagaimana yang dikuti oleh Arifin memberikan kriteria yang perlu dicermati.
a.
Validitas, dapat diterapkan di
sekolah
b.
Kelayakan dalam hal waktu,
kemampuan guru, fasilitas sekolah, dan pemenuhan terhadap harapan masyarakat.
c.
Optimal dalam mengembangkan
kemampuan peserta didik.
d.
Memberikan peluang untuk
pengembangan berpikir rasional
e.
Memberikan peluang pengembangan
kemampuan peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat
f.
Terbuka terhadap hal baru dan
toleransi terhadap perbedaan peserta didik.
g.
Memotivasi belajar lebih lanjut.
h.
Memenuhi kebutuhan peserta didik
i.
Memperluas minat peserta didik
j.
Mengembangkan kebutuhan
pengembangan ranah kognitif, afektif, psikomotorik, sosial, emosi, dan
spiritual peserta didik.
Tahap organisasi pengalaman belajar selanjutnya harus
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Pada tahap yang terakhir
yaitu evaluasi dan cara melakukan evaluasi Taba menganjurkan beberapa hal
yaitu:
a.
Criteria for a program of evaluation
(menentukan kriteria program penilaian)
b.
A comprehensive evaluation
program (menyusun program penilaian yang menyeluruh)
c.
Techniques for securing
evidence (teknik mengumpulkan data)
d.
Interpretation of evaluation
data (menginterpretasikan data penilaian)
e.
Translation of evaluation data
into the curriculum (menerjemahkan data evaluasi ke dalam kurikulum)
f.
Evaluation as a cooperative
enterprise. (evaluasi sebagai usaha kerjasama)
Dakir menyatakan bahwa model pengembangan kurikulum
yang dikembangan Taba ini adalah model terbalik yang didapatkan atas dasar data
induktif, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep
yang datangnya dari atas secara deduktif. Sedangkan model Taba ini dilaksanakan
dengan terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan
percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, kemudian diadakan
pelaksanaan.
Secara lebih detail Nana Syaodih Sukmadinata
menunjukkan lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik Taba. Pertama
mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Kedua, menguji unit eksperimen.
Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Keempat, pengembangan keseluruhan
kerangka kurikulum. Kelima adalah implementasi dan diseminasi.
Model pengembangan kurikulum Tyler dan Taba
dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectives Model, karena
keduanya berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum bersifat rasional,
sistematis dan berfokus pada tujuan. Model tersebut memiliki beberapa kelebihan
dan juga kekurangan sebagai berikut.
Adapun kelebihan Rational Model yaitu:
a.
Menghindari kebingungan dimana
para pendidik dan para pengembang kurikulum memberikan suatu jalan yang tidak
berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa
menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik.
b.
Dengan menekankan pada peranan dan
nilai tujuan-tujuan (objectives), model ini membuat para pengembang
kurikulum bisa berpikir serius tentang tugas mereka.
c.
Dengan tata urutan pengembangan
kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktivitas belajar, sampai pada evaluasi
sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dicapai, merupakan daya tarik tersendiri
dari model ini.
Sedangkan
kelemahan Rational Model yaitu:
a.
Latar belakang pengalaman dan
kurangnya persiapan diri seorang pendidik untuk berpikir dan mengembangkan
pemikirannya secara logis dan sistematis akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan model ini.
b.
Kurang jelasnya hakikat belajar
mengajar, karena seringkali pembelajaran justru terjadi di luar tujuan-tujuan
tersebut.
c.
Terlalu berlebihan menekankan pada
formula hasil seperti mementingkan tujuan perilaku (behavior objectives).
3.
D.K. Wheeler
Berbeda dengan Tyler dan Taba, Wheeler mempunyai argument
tersendiri agar pengembang kurikulum dapat menggunakan proses melingkar (a
cycle process) dalam mengembangkan kurikulum, dimana setiap elemen saling
berhubungan dan saling bergantung. Sebenarnya model Wheeler ini juga rasional,
dimana secara umum suatu langkah tidak dapat diseleaikan sebelum
langkah-langkah sebelumnya terselesaikan, tetapi hanya representasinya agak
berbeda. Adapun langkah-langkah atau Phases Wheeler adalah:
a.
Selection of aims, goals, and
objectives (seleksi maksud, tujuan dan sasaran)
b.
Selection of learning
experiences to help achieve these aims, goals, and objectives. (seleksi
pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran)
c.
Selection of content through
which certain types of experiences may be offered (seleksi isi melalui
tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan)
d.
Organization and integration of
learning experiences and contents with respect to the teaching learning process
(organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan
proses belajar mengajar)
e.
Evaluation of each phase and
the problems of goals (evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan).
Kontribusi Wheeler
dalam pengembangan kurikulum adalah penekanannya terhadap hakikat melingkar
yang memberikan indikasi bahwa langkah-langkah di dalamnya bersifat
berkelanjutan memiliki makna responsive terhadap perubahan-perubahan pendidikan
yang ada. Hal ini juga menekankan pada saling ketergantungan antara satu elemen
dengan elemen kurikulum lain.
4.
Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metode
Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau berbentuk lingkaran dengan langkah awalnya adalah analisis situasi. Mereka
menitikberatkan pada pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan
untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Fase analisis
situasi ini merupakan sesuatu yang memaksa para pengembang kurikulum untuk
lebih responsif terhadap lingkungan dan terutama dengan kebutuhan anak didik.
Adapun langkah-langkah
tersebut adalah:
a.
Situational analisys (analisis
situasi)
b.
Selection of objectives (seleksi
tujuan)
c.
Selection and organization of
content (seleksi dan organisasi isi)
d.
Selection and organization of
method (seleksi dan organisasi metode)
e.
Evaluation (evaluasi)
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke
dalam model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational
models, maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan
juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
a.
Memiliki struktur logis kurikulum
yang dikembangkannya
b.
Dengan menerapkan situational
analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga
tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
c.
Melihat berbagai elemen kurikulum
sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi
baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah
karena model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini
pun hampir sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang
lebih menonjol adalah membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi
belajar. Melihat kondisi juga bahwa kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan
intuisi daripada menggunakan basis data yang sistematis dan sesuai dengan
situasi.
5.
Decker Walker
Walker berpendapat bahwa proses pengembangan kurikulum yang
terjadi dalam persiapan yang natural lebih baik dari pada proses di
dalam kurikulum itu sendiri. Berikut fase-fase yang ditunjukkan oleh Walker.
Langkah pertama pada model Walker ini adalah adanya
pernyataan platform yang diorganisasikan oleh para pengembang, yang
berisi serangkaian ide, preferensi atau pilihan, pendapat, keyakinan, dan
nilai-nilai yang dimiliki kurikulum. Sehingga para pengembang kurikulum tidak
memulai tugasnya dalam keadaan kosong.
Memasuki fase berikutnya adalah fase pertimbangan mendalam
dimana individu mempertahankan pernyataan platform mereka sendiri dan
menekankan pada ide-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu
situasi dimana pengembang juga berusaha menjelaskan ide-ide mereka dan mencapai
suatu consensus. Hal yang sangat kompleks ini terjadi sebelum actual
curriculum didesain.
Fase terakhir model ini adalah pengembang membuat keputusan
tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum, dimana keputusan
ini diambil setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh
individu-individu.
6.
Malcolm Skilbeck
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternative
atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic
in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus
mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari
urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk
kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh
Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana
mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan
meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu
mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan
kurikulum yang dikembangkan oleh Walker dan Skilback merupakan model
pengembangan kurikulum Interaction Model atau Dynamic Model. Adapun
kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini adalah:
a.
Memiliki prosedur yang lebih
realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut
pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.
b.
Pengembang lebih bebas dan menjadi
lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
a.
Dalam pelaksanaannya akan cukup
membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan
memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b.
Kurangnya penekanan dalam
menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta
petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c.
Dengan tidak mengikuti susunan
yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang
waktu sehingga kurang efektif dan efisien.
7.
Beauchamp’s system
Langkah pertama pada pengembangan kurikulum ini adalah
menetapkan area atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut,
apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi atau Negara. Tahap ini
ditentukan oleh pengambil kebijaksanaan serta oleh tujuan pengembangan
kurikulum tersebut.
Dalam menetapkan personalia yang terlibat dalam pengembangan
kurikulum dibedakan dalam empat kategori yaitu:
a.
Para ahli pendidikan/kurikulum
yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar
b.
Para ahli pendidikan dari
perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih
c.
Para professional dalam system
pendidikan
d.
Profesional lain dan tokoh-tokoh
masyarakat
Pada langkah organisasi dan prosedur pengembangan
kurikulum, Beauchamp membaginya ke dalam lima langkah yaitu:
a.
Membentuk tim pengembang kurikulum
b.
Mengadakan penilaian dan
penelitian terhadap kurikulum yang ada
yang sedang digunakan
c.
Studi penjajagan tentang
kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d.
Merumuskan kriteria-kriteria bagi
penentuan kurikulum baru
e.
Penyusunan dan penulisan kurikulum
baru.
Langkah keempat, yaitu mplementasi kurikulum
membutuhkan kesiapan yang menyeluruh dari guru, siswa, fasilitas, biaya,
administrasi dan pimpinan. Pada langkah kelima, evaluasi kurikulum minimal
mencakup lima langkah, yaitu:
a.
Evaluasi tentang pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru
b.
Evaluasi desain kurikulum
c.
Evaluasi hasil belajar siswa
d.
Evaluasi dari keseluruhan sistem
kurikulum.
8.
Peter F. Oliva
Model perkembangan
kurikulurn menurut Oliva sebagaimana yang dikutip oleh Retci Angralia terdiri
dari tiga kriteria, yaitu : simple, komprehensif dan sistematis. Walaupun model
ini mewakili komponen-komponen
paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan
beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana. Model ini
mempunyai 6 komponen yaitu:
a.
Statement of philosophy (rumusan
filosofis)
b.
Statement of goals (rumusan
tujuan umum)
c.
Statement of objectives (rumusan
tujuan khusus)
d.
Design of plan (desain
perencanaan)
e.
Implementation (implementasi)
f.
evaluation (evaluasi)
Secara lebih rinci sebagaimana yang dituliskan oleh Moh.
Ikhsan R. bahwa pengembangan kurikulum Olivia terdiri dari 12 Komponen yaitu:
a.
Perumusan filosofis, sasaran, misi
serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan
siswa dan kebutuhan masyarakat,
b.
Analisis kebutuhan masyarakat
dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang
harus diberikan oleh sekolah,
c.
Tujuan Umum
d.
Tujuan Khusus
e.
Mengorganisasikan rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum,
f.
Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan umum pembelajaran
g.
Menjabarkan kurikulum dalam bentuk
perumusan tujuan khusus pembelajaran
h.
Menetapkan strategi pembelajaran untuk
mencapai tujuan,
i.
Pengembangan kurikulum
j.
Mengimplementasikan strategi
pembelajaran
k.
Pengembangan kurikulum kembali
l.
Evaluasi terhadap pembelajaran dan
evaluasi kurikulum.
9.
Integrated Curriculum (Kurikulum
Terpadu)
Kurikulum terpadu dasarnya dasarnya pada pemecahan suatu
problem, yakni “problem sosial” yang dianggap penting dan menarik bagi anak
didik. Dalam melaksanakannya disusunlah unit sumber yang mencakup bahan,
kegiatan belajar, dan sumber-sumber yang sangat luas.
Sumber unit digunakan
sebagai sumber untuk satuan pelajaran yang dipelajari anak didik di kelas.
Perbedaan individual anak didik tidak harus selalu mempelajari hal yang sama
dan ada kebebasan bagi anak didik memilih pelajaran menurut minat, bakat, dan
kemampuan mereka masing-masing. Pemahamannya bahwa unit sumber merupakan apa
yang secara ideal dapat dipelajari anak didik, sedangkan satuan pelajaran
adalah apa yang secara actual dipelajari anak didik.
D.
Penutup
Pengembangan
kurikulum sebagai proses untuk memperbaiki serta mengembangkan program
pengajaran, merupakan hal yang wajib untuk dilaksanakan. Hal ini dilaksanakan
untuk mengimbangi perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi. Mengingat hal
tersebut maka dalam proses pengembangannya haruslah senantiasa memperhatikan
faktor-faktor masyarakat, yang salah satunya adalah peserta didik. Selain itu
faktor lingkungan juga berperan serta dalam menentukan pengembangan kurikulum.
Kenyataan
di lapangan masih ditemukan satuan pendidikan yang berusaha mengembangkan
kurikulumnya tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut. Mereka hanya
menambahkan beberapa kegiatan dan ekstrakurikuler dalam isinya tanpa mempertimbangkan apakah hal
tersebut bermanfaat bagi peserta didik atau tidak. Padahal berdasarkan teori
dalam mengembangkan kurikulum, peserta didik merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan sebagai pertimbangan
dalam proses pengembangan kurikulum.
Daftar Rujukan
Ahmad, M., dkk, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia,
1998.
Arifin, Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan
Islam, Jogjakarta: Diva Press, 2012.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008.
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta,
Ar-Ruzz Media, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Taba, Hilda, Curriculum Development Theory and Practice, New
York: Harcont Drace and World, 1962.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar